Selasa, Juli 1, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Penyelesaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang di PTUN dan Tipikor

Jendelahukum.com, Perspektif – Lahirnya Undang-Undang No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya UUAP) ditunding sebagai langkah nyata menghambat upaya pemberantasan korupsi. Pokok permasalahannya terletak pada ketentuan Pasal 21 Ayat (1) UUAP, yang pada intinya memberikan kewenangan kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menerima, memeriksa, dan memutus ada atau tidak ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan.

Padahal di sisi lain, dengan menggunakan istilah “penyalahgunaan kewenangan” Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya UU Tipikor), menjadikan konsepsi penyalahgunaan wewenang sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi, yang menjadi yurisdiksi Pengadilan Tipikor berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (UU Pengadilan Tipikor).

Baca juga: Benarkah Eks Kombatan ISIS Kehilangan Kewarganegaraannya?

Pada titik inilah sekilas terlihat ada tumpang tindih kewenangan antara Pengadilan Tata Usaha Negara (Pengadilan TUN) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor), memunculkan pandangan bahwa apabila terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah, sebelum dimulainya proses pidana maka harus dilakukan terlebih dahulu pengujian mengenai kebenarannya dalam suatu sidang di PTUN.

Pertanyaan yang kemudian muncul, bagaimana keterkaitan proses penyelesaian hukum terhadap pengujian penyalahgunaan wewenang badan dan/atau pejabat pemerintahan di PTUN dengan penetapan status tersangka tindak pidana korupsi oleh KPK?

Konsep Penyalahgunaan Wewenang

Konsepsi penyalahgunaan wewenang, apabila diteliti dengan seksama, unsur menyalahgunakan kewenangan dalam UU Tipikor memiliki pengertian yang berbeda dengan penyalahgunaan wewenang yang menjadi kompetensi PTUN, sebagaimana diatur dalam UUAP. Ranah PTUN adalah penyalahgunaan wewenang, sedangkan ranah hukum tindak pidana korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan.

Munculnya konsepsi penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam pasal 17 Ayat (2), yang menyebutkan bahwa larangan penyalahgunaan wewenang meliputi; (a) larangan melampaui; (b) larangan mencampuradukkan wewenang; dan (c) larangan bertindak sewenang-wenang. Konteks penilaian perkara penyalahgunaan wewenang, hanya berupa pertanggungjawaban (liability dan responsibility) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atas kesalahan administratif yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Adapun unsur penyalahgunaan kewenangan Pasal 3 UU Tipikor bersifat alternatif, karena selain penyalahgunaan wewenang juga kesempatan dan sarana yang ada padanya karena jabatan adalah unsur tindak pidana korupsi. Penyalahgunaan kewenangan pada dasarnya merupakan perbuatan melawan hukum (dalam artian tindak pidana) harus disertai dengan adanya niat jahat(mens rea).

Bentuk konkret dari  mens rea adalah adanya actus reus berupa fraud, conflict of interest, dan illegality, sehingga merupakan tindak pidana. Sedangkan akibat dari penyalahgunaan wewenang dan sewenang-wenang dalam ranah HAN adalah mengakibatkan keputusan pejabat tidak sah dan dapat dibatalkan.

Kompetensi PTUN dan Pengadilan Tipikor

Antara Pengadilan TUN dan Pengadilan Tipikor sejatinya mempunyai kompetensi yang berbeda dan tidak perlu dipersinggungkan karena konteks penyalahgunaan wewenang yang menjadi objek masing-masing adalah berbeda. UUAP maupun UU Tipikor haruslah dipahami sebagai suatu kesatuan sistem hukum yang menguatkan dan tidak saling menegasikan (meniadakan) kewenangan masing-masing.

Sehingga tidak perlu muncul polemik pendapat mengenai pengadilan yang tepat untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintah.

Meskipun dimungkinkan adanya keterkaitan penyelesaian hukum terhadap suatu penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah di kedua lembaga peradilan tersebut, akan tetapi keduanya mempunyai aspek pengujian yang berbeda sehingga tidak saling mencampuri atau menguji putusannya.

Dengan kata lain, domain PTUN dalam rangka memeriksa dan memutus ada/tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang oleh Pejabat Pemerintahan harus dimaknai sebagai perbuatan hukum dalam konteks tata usaha negara yang pada umumnya tertuang dalam keputusan tertentu.

Baca juga: Telaah Kritis Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pilkada Langsung

Pengujian penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud oleh UUAP adalah dalam rangka pengawasan internal pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Ayat (1) UUAP yang menyatakan; “Pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan Pasal 18 dilakukan oleh aparat pengawasan internal pemerintahan.

Ketentuan Pasal 20 Ayat (2) di atas memiliki kaitan erat dengan ketentuan Pasal 22 Ayat (2) UUAP yang menyatakan bahwa; “Badan dan/atau pejabat pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/atau tindakan”. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa yang diuji oleh PTUN adalah keputusan atau hasil Aparat Pengawasan Internal Pemerintahan (APIP).

Dengan demikian, pengujian penyalahgunaan yang dilakukan oleh PTUN hanya bisa dilakukan jika suatu Badan dan/atau Pejabat pemerintah merasa keberatan dengan hasil pengawasan yang dilakukan APIP. Jika dalam menangani perkara pengujian penyalahgunaan wewenang tersebut PTUN menyatakan bahwa badan dan/atau pejabat yang bersangkutan terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang, maka putusan ini dapat dijadikan dasar oleh KPK untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap yang bersangkutan. KPK pun bisa saja melakukan penetapan tersangka tanpa terlebih dahulu menunggu putusan PTUN.

Tidak ada ketergantungan antara hasil putusan PTUN terkait pengujian penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintahan dengan penetapan status penetapan tersangka tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK. Karenanya atribusi PTUN sebagaimana diamanatkan Pasal 21 UUAP sejatinya tidak perlu dipertentangkan dengan kewenangan hakim Pengadilan Tipikor apalagi dianggap sebagai upaya pelemahan pemberantasan korupsi.

Penyelesaian hukum penyalahgunaan wewenang oleh aparatur pemerintahan di PTUN jika dihubungkan dengan tindak pidana korupsi yaitu sejak adanya UUAP, penyelesaian hukum pidana tidak lagi menjadi pilihan pertama atau primum remedium. Secara prosedural berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) UUAP penyelesaian hukumnya terlebih dahulu diselesaikan PTUN.

hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription