Selasa, Juli 1, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Menyoal Rangkap Jabatan Sekda Bangkalan Sebagai Komisaris BUMD

Perspektif – Pengangkatan Taufan Zairinsyah, sebagai komisaris BUMD PT. Perseroda menuai reaksi dari masyarakat Bangkalan. Pasalnya, Taufan sendiri saat ini masih aktif sebagai ASN yang menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangkalan.

Namun begitu, Bupati Abdul Latif secara yakin mengatakan bahwa pengangkatan sekda sebagai komisaris tidak menyalahi regulasi. Benarkah demikian.? Hal ini tentu menarik dan patut dikaji secara mendalam.

Artikel lainnya: Membaca Dominasi Koalisi Pemerintah

Saya sendiri menduga, agaknya keyakinan Bupati Bangkalan tersebut berangkat dari praktek rangkap jabatan memang seringkali dilakukan oleh pemerintah pusat dalam pengisian jabatan komisaris BUMN.

Padahal praktek rangkap jabatan ASN sebagai komisaris BUMN itu sendiri bukannya tanpa masalah. Selain rentan dengan konflik kepentingan yang akan menggangu profesionalisme kerja, praktek rangkap jabatan oleh ASN juga berpotensi melanggar sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan.

Polemik Aturan Rangkap Jabatan

Muara polemik rangkap jabatan oleh ASN sebenarnya tidak lepas dari diberlakukannya PP No.53/2010 tentang Peraturan Disiplin PNS yang mencabut larangan rangkap jabatan oleh PNS menjadi direksi dan komisaris perusahaan swasta, yang sebelumnya diatur dalam PP 30/1980.

Karena itu kemudian berkembang logika; “jika menjadi komisaris perusahaan swasta saja tidak dilarang, apa lagi menjadi komisaris BUMN maupun anak perusahaan”. Berangkat dari logika itulah pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa kebijakan yang memungkinkan rangkap jabatan oleh ASN.

Mulai dari PP 54/2017 tentang BUMD, Permendagri 37/2018 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas Atau Anggota Komisaris Dan Anggota Direksi BUMD, PP 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya.

Padahal di saat yang bersamaan, UU 25/ 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya Pasal 17 melarang seorang pelaksana pelayanan publik merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.

Seputar Hukum: Sejarah Terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Begitu juga dalam ketentuan Pasal 33 UU 19 /2003 tentang BUMN; “Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: a. anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau b. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, beberapa ketentuan dalam sejumlah undang-undang pun turut menyiratkan larangan rangkap jabatan bagi ASN guna mencegah benturan kepentingan. UU 5/ 2014 tentang ASN; UU 30/ 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, UU 28/ 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN;

Perbedaan ketentuan di atas tentu menjadi permasalahan sendiri jika ditinjau dari sudut pandang ilmu perundang-undangan. Karena pada prinsipnya, suatu ketentuan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Hal inilah yang tidak terlihat dalam konteks aturan mengenai rangkap jabatan oleh ASN.

Perbedaan Orientasi

Pelarangan rangkap jabatan ASN sebagai komisaris BUMD tentu bukan tanpa alasan. ASN dan komisaris BUMD memiliki orientasi kerja yang berbeda satu sama lain. Orientasi ASN tidak lain adalah pelayan publik, sedangkan komisaris BUMD memiliki orientasi privat yang kuat karena dia bekerja kepada entitas yang diwajibkan untuk mencari untung.

Ketidaksamaan tujuan di antara organisasi tempat pemilik jabatan rangkap bekerja menjadi faktor sahih di balik munculnya sebuah konflik kepentingan, Karena itu, tidak sepantasnya jabatan komisaris dilaksanakan orang yang selama ini memiliki rekam jejak menggunakan pendekatan berorientasi layanan publik.

Baca juga: Juliari Batubara, Ironi Penegakan Hukum di Indonesia

Selain itu, terdapat beberapa hal krusial yang berpotensi menimbulkan maladministrasi dalam menjadikan Sekda Taufan Zairinsyah sebagai Komisaris BUMD. Beberapa hal tersebut adalah konflik kepentingan, penghasilan ganda, masalah kompetensi, jual beli pengaruh, proses yang diskriminatif, transparansi penilaian, akuntabilitas kinerja komisaris.

Pada gilirannya rangkap jabatan oleh sekda Taufan Zairinsyah dapat memperburuk tata kelola, menurunkan kepercayaan publik dan mengganggu pelayanan publik. Begitu pula yang terjadi di internal BUMD dalam rangka mencapai orientasi bisnis dan meningkatkan pendapatan nasional/daerah.

Dalam konteks demikian, tentu bukannya BUMD yang mendapatkan keuntungan, tetapi Taufan Zairinsyah-lah yang mendapatkan keuntungan!.

Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Praktisi hukum dan Peneliti di Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi.

Recent Post

Related Stories

For Subcription