Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) yang terdiri dari perwakilan unsur pengusaha, pekerja/ buruh dan pemerintah telah menyepakati bahwa dari seluruh standar ketenagakerjaan internasional, delapan diantaranya merupakan konvensi dasar.
Penggolongan menjadi konvensi dasar ini karena hal-hal yang diatur dalam ke-8 konvensi ini terkait dengan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja. ILO mewajibkan setiap negara anggota, kendati belum meratifikasi konvensi dasar, wajib menyampaikan laporan tentang pelaksanaannya sesuai dengan jadwal pelaporan.
Baca juga: Serba-Serbi Pengesahan UU Perpajakan 2021, Kamu Harus Tahu!
Delapan konvensi dasar tersebut disebut juga sebagai prinsip-prinsip mendasar di tempat kerja. Delapan konvensi dasar ini telah menjadi hukum nasional Indonesia dan harus menjadi acuan dalam mengelola hubungan industrial.
Prinsip-prinsip dasar di tempat kerja dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1. Kebebasan Berserikat dan Hak untuk Berunding Bersama (K.87 dan K.98)
Konvensi No. 87 mengenai Kebebasan Berserikat mengacu pada hak pekerja dan pengusaha untuk membentuk dan bergabung dalam sebuah organisasi, seperti asosiasi pengusaha dan serikat pekerja/ buruh.
Konvensi ini telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 18 Tahun 1956 tentang ratifikasi Konvensi ILO No. 98 mengenai berlakunya dasar-dasar dari hak untuk berorganisasi dan berunding bersama.
Baca juga: Mau mendirikan PT? Inilah Syarat dan Tahapan-tahapannya
Konvensi ini juga kemudian diatur dalam Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi.
Selain itu, konvensi ini juga diatur dalam UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Prinsip utama mengenai kebebasan berserikat yaitu :
-
- Hak seluruh pekerja dan pengusaha untuk bergabung dengan atau membentuk organisasi.
- Kebebasan organisasi untuk memilih pengurusnya sendiri.
- Perlindungan dari tindakan anti serikat pekerja/buruh.
- Hak organisasi tersebut untuk mengatur sendiri urusan internal mereka.
- Hak untuk membentuk dan bergabung dengan federasi dan konfederasi, serta hak untuk berafiliasi dengan organisasi internasional.
Adapun hak untuk berunding bersama bertujuan untuk melindungi hak pekerja untuk berserikat tanpa adanya campur tangan dari pihak pengusaha. Konvensi ini telah diratifikasi melalui UU No. 18 Tahun 1956 mengenai berlakunya dasar-dasar hak untuk berorganisasi dan berunding bersama
Prinsip utama mengenai hak untuk berunding bersama, yaitu: 1) Perlindungan hak untuk merudingkan syarat-syarat kerja secara kolektif 2) Upaya promosi perundingan bersama.
2. Penghapusan Kerja Paksa (K. 29 dan K.105)
Konvensi ini mengatur hal-hal mengenai: a) Kerja paksa; b) Larangan kerja paksa; dan c) Pemberantasan semua bentuk kerja paksa. Konvensi ini mendefinisikan kerja paksa sebagai ketiadaan persetujuan untuk bekerja serta memberikan ancaman hukuman
Konvensi ini telah diratifikasi melalui Undangundang No. 19 Tahun 1999. Ketiadaan kesepakatan yang dimaksud adalah:
-
- Dianggap sebagai budak
- Pemaksaan psikologis: ancaman hukuman bila tidak melakukan pekerjaan yang disuruh
- Pembebanan hutang (harga yang dibuat melambung tinggi, bunga yang terlalu tinggi)
- Penahanan atau tidak membayar gaji
- Penahanan dokumen identitas atau barang berharga/ penting lainnya
- Ancaman hukuman yang dimaksud adalah:
- Kekerasan fisik dan seksual bagi pekerja dan orang-orang terdekatnya
- Pengurungan di tempat kerja
- Hukuman finansial
- Pengalihan hak
- Pengurangan drastis atas makanan, tempat tinggal atau kebutuhan lain Pengasingan dari komunitas dan kehidupan sosial
- Ancaman pengaduan ke polisi atau ancaman pemulangan
3. Penghapusan Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan (K.100 dan K.111)
Konvensi Nomor 100 mengatur tentang Pengupahan yang adil bagi laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang setara nilainya. Konvensi ini telah diratifikasi melalui UU No. 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 100 mengenai Pengupahan bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya (Lembaran Negara No. 171 Tahun 1957).
Konvensi ini menjelaskan tentang pekerjaan yang sama atau identik atau pekerjaan dalam kondisi yang sama atau identik. Contohnya: pekerjaan identik – profesor laki-laki dan perempuan yang mengajar di sebuah universitas. Konvensi ini juga menjelaskan tentang pekerjaan yang nilainya sama/kondisi yang sama atau identik (pekerjaan serupa).
Baca juga: Yayasan: Pengertian, Syarat dan Cara Mendirikannya
Adapun Konvensi Nomor 1111 mengatur tentang larangan Diskriminasi dalam hal Pekerjaan dan Jabatan. Konvensi ini mendefinisikan diskriminasi memiliki tiga komponen, yaitu: penyebab, fakta dan dampak
Konvensi ini diratifikasi melalui UU No. 21 Tahun 1999. Dalam komponen penyebab dijelaskan bahwa diskriminasi dilarang dengan alasan, seperti Jenis Kelamin, Ras, Warna kulit, Keyakinan agama, Asal usul, Asal negara, Pendapat politik, atau Alasan-alasan lain yang ditetapkan secara nasional.
Kemudian dalam komponen fakta dijelaskan bahwa diskriminasi memiliki unsur seperti: Perbedaan perlakuan, Tidak diberi peluang, Preferensi diberikan Sementara terkait komponen dampak dijelaskan bahwa diskriminasi akan mengakibatkan hasil kerja yang tidak adil.
4. Penghapusan Pekerja Anak (K.138 dan K.182)
Konvensi Nomor 138 menuntut negara-negara anggota untuk mengeluarkan kebijakan nasional dalam memastikan penghapusan pekerja anak secara efektif dan secara bertahap meningkatkan usia minimum untuk masuk kerja/bekerja ke tingkat yang konsisten dengan perkembangan fisik dan mental anak-anak secara penuh.
Konvensi ini diratifikasi melalui UU No. 20 Tahun 1999 tentang pengesahan Konvensi ILO No. 138 mengenai usia minimum untuk bekerja (Konvensi ILO mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja). Selain itu, ada beberapa instrumen hukum untuk mendukung sikap ini, yaitu: Mulai dari UU Pendidikan Nasional, UU Perkawinan, UU Perlindungan Anak, dan lain sebagainya.
Konvensi ini menjelaskan mengenai usia minimum memasuki dunia kerja adalah tidak kurang dari usia wajib belajar, atau dalam keadaan apapun tidak boleh kurang dari 15 tahun. Kemudian, untuk jenis pekerjaan yang ringan usia minimum yang ditetapkan adalah 13 tahun.
Sementara itu, untuk pekerjaan yang membahayakan (hazardous), usia minimum adalah 18 tahun atau 16 tahun dengan persyaratan tertentu yang ketat.
Jika terdapat situasi di mana ekonomi dan fasilitas pendidikan belum berkembang secara memadai, usia minimum yang umum adalah tidak boleh kurang dari 14 tahun untuk periode awal, sedangkan untuk pekerjaan ringan usia minum adalah 12 tahun, sementara untuk pekerjaan yang membahayakan usia minimum adalah 18 tahun atau 16 tahun dengan persyaratan tertentu yang ketat.
Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku untuk semua sektor ekonomi, semua pekerja anak termasuk mereka yang dipekerjakan oleh orang lain untuk upah maupun bekerja sendiri/ mandiri.
Adapun Konvensi Nomoe 182 mengatur tentang Penghapusan Bentukbentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Konvensi menuntut negara-negara anggota untuk mengambil tindakan segera dan efektif untuk memastikan pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak yang berlaku di tingkat nasional.
Konvensi ini telah diratifikasi melalui UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai pelarangan dan aksi segera untuk menghapuskan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak (Konvensi ILO No. 182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak)
Menurut Konvensi ini, bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak adalah:
-
- Bentuk pekerjaan terburuk untuk anak yang mutlak:
-
-
- Semua bentuk perbudakan atau praktik yang mirip perbudakan seperti penjualan dan perdagangan anak, kerja ijon dan perhambaan (serfdom), maupun kerja paksa atau kerja wajib, perekrutan secara paksa maupun wajib untuk konflik bersenjata;
- Menggunakan, mendapatkan atau menawarkan seorang anak untuk kegiatan prostitusi, produksi pornografi, atau pertunjukan pornografi;
- Menggunakan, mendapatkan atau menawarkan seorang anak untuk kegiatan melawan hukum, khususnya untuk memproduksi dan mengedarkan obat-obatan terlarang;
-
-
- Pekerjaan yang membahayakan (hazardous):
Pekerjaan yang karena sifatnya atau lingkungan di mana pekerjaan tersebut dilaksanakan, akan membahayakan kesehatan, keselamatan dan moral anak serta jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan ini ditetapkan oleh otoritas nasional:
-
-
- Di mana anak terpapar kepada kekerasan fisik, psikologis dan kekerasan seksual
- Pekerjaan di bawah tanah, di bawah air, pada ketinggian yang berbahaya, dan/atau di ruangan yang tertutup
- Terdapat mesin yang membahayakan atau pengangkatan beban berat secara manual
- Lingkungan yang memaparkan anak kepada bahaya kesehatan
- Kondisi-kondisi berbahaya yang khusus (seperti jam kerja yang panjang) atau di mana kebebasan untuk bergerak (datang dan pergi) dibatasi atau terbatas.
-