Senin, Juni 30, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

John Rawls: A Theory of Justice

Jendelahukum.com – Apa yang paling diingat seseorang ketika mendengar nama John Rawls? Pasti jawabannya adalah tokoh pencetus teori keadilan. Bisa dibilang, John Rawls merupakan salah satu sosok fenomenal dalam pemikiran ilmu hukum.

Bahkan hampir sebagian besar filsuf dari seluruh dunia menyepakati bahwa A theory of justice’s John Rawls telah memberikan kontribusi terhadap pemikiran tentang keadilan di abad ke-20.

Baca juga: Themis Sebagai Simbol Keadilan?

Lantas siapa sebenarnya John Rawls? Apa yang dikemukakan John Rawls dalam A Theory of Justice-nya?

Biografi John Rawls

John Rawls, (lahir 21 Februari 1921, Baltimore, Maryland, AS—meninggal 24 November 2002, Lexington, Massachusetts), filsuf politik dan etika Amerika, terkenal karena pembelaannya terhadap liberalisme egaliter dalam karya utamanya, A Theory of Justice (1971). Dia secara luas dianggap sebagai filsuf politik paling penting abad ke-20.

Rawls adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan William Lee Rawls dan Anna Abell Stump. Setelah menghadiri sekolah persiapan Episkopal, Kent School, di Connecticut, ia memasuki Universitas Princeton, di mana ia memperoleh gelar sarjana pada tahun 1943.

john rawls
John Rawls

Ia mendaftar di tentara akhir tahun itu dan bertugas dengan infanteri di Pasifik Selatan sampai ia keluar pada tahun 1945. Ia kembali ke Princeton pada tahun 1946 dan memperoleh gelar Ph.D. dalam filsafat moral pada tahun 1950.

Dia mengajar di Princeton (1950–52), Universitas Cornell (1953–59), Institut Teknologi Massachusetts (1960–62), dan akhirnya Universitas Harvard, di mana dia diangkat sebagai Profesor Universitas James Bryant Conant di 1979.

Sekembalinya ke Amerika Serikat, John Rawls melanjutkan karir akademiknya di Cornell University dan secara bertahap dirinya diangkat sebagai Guru Besar Penuh pada 1962. Tidak lama kemudian, Rawls juga memperoleh kesempatan untuk mengajar dan menjadi Guru Besar di Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Baca juga: Mengenal Aliran Hukum Positif

Dua tahun setelahnya, John Rawls memilih pindah untuk mengajar secara penuh di Harvard University, tempat dimana dirinya mengabdi hingga akhir hayat. Selama masa hidupnya, John Rawls sempat dipercaya untuk memegang beberapa jabatan penting.

Di antaranya, yaitu Presiden American Association of Political and Legal Philisopher (1970-1972), Presiden the Eastern Division of the American Philosophical Association (1974), dan Professor Emeritus di James Bryant Conant University, Harvard (1979). Selain itu, dirinya juga terlibat aktif dalam the American Philosophical Society, the British Academy, dan the Norwergian Academy of Science.

A Theory of Justice

A Theory of Justice dicetuskan oleh John Rawls pada tahun 1971 silam. Dalam hal itu, rawls berusaha untuk menyelesaikan masalah keadilan distributif di masyarakat. Rawls menentang argumen filosofis tradisional tentang apa yang membentuk institusi yang adil dan pembenaran untuk tindakan dan kebijakan sosial.

Baginya, argumen utilitarian hanya akan membuat masyarakat harus mengejar kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar, argumen yang konsisten dengan gagasan tirani mayoritas atas minoritas.

Dalam penentangan itu, Rawls mencoba menghidupkan Kembali gagasan kontrak social (social contract) yang pada awalnya diusung oleh pelbagai pemikir kenamaan, seperti John Locke, Jean Jacques, Rousseau, dan Immanuel Kant. Namun begitu, gagasan kontrak social dalam pandangannya memiliki perbedaan dengan para pendahulunya.

Baca juga: Mengenal Feminist Legal Theory

Pendekatan kontrak sosial berpandangan bahwa masyarakat dalam bentuk kesepakatan dengan semua yang ada di dalam masyarakat. Rawls berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions).

Akan tetapi, menurutnya, kebaikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggangu rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya masyarakat lemah. Oleh karena itu, sebagian kalangan menilai cara pandang Rawls sebagai perspektif “liberal-egalitarian of social justice”.

Untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip yang dipilih adalah adil, Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang dikenal dengan “posisi asali” (original position) dan “selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance).

Baca juga: Inggris: Negara Konstitusional Tanpa Konstitusi Tertulis

Posisi asali yang dimaksud adalah suatu keadaan dimana tiap-tiap orang berkedudukan setara baik secara sosial, ekonomi, dan politik, sehingga dapat melakukan kesepatakn dengan pihak lainnya secara egaliter.

Sementara itu, prinsip “selubung ketidaktahuan” merujuk pada suatu postulasi bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu.

Dengan demikian mereka tidak akan mengetahui fakta apapun tentang ras, jenis kelamin, usia, agama, kelas sosial atau ekonomi, kekayaan, pendapatan, kecerdasan, kemampuan, bakat, dan sebagainya.

Melalui dua teori tersebut, Rawls mencoba menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip kesamaan yang adil. Itulah sebabnya mengapa Rawls menyebut teorinya tersebut sebagai “justice as fairness”.

Terletak di balik “selubung ketidaktahuan” ini, mereka tidak dapat dipengaruhi oleh keinginan mementingkan diri sendiri untuk menguntungkan beberapa kelompok sosial (yaitu, kelompok yang mereka ikuti) dengan mengorbankan orang lain.

Dalam “posisi asli” ini, seperti yang dicirikan Rawls, kelompok individu mana pun akan dipimpin oleh akal dan kepentingan pribadi untuk menyetujui dua prinsip yaitu: Pertama, Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas yang sesuai dengan kebebasan yang sama bagi orang lain. Prinsip ini dikenal dengan “prinsip kebebasan yang sama” (equal liberty principle),

“Prinsip kebebasan yang sama” yang disebutkan dalam prinsip pertama terdiri dari sebagian besar hak dan kebebasan yang secara tradisional dikaitkan dengan liberalisme dan demokrasi: kebebasan berpikir dan hati nurani, kebebasan berserikat, hak untuk mewakili pemerintahan, hak untuk membentuk dan bergabung dengan partai politik, hak hak milik pribadi, dan hak serta kebebasan yang diperlukan untuk menjamin supremasi hukum.

Adapun yang kedua, Ketimpangan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga keduanya (a) bermanfaat bagi yang paling tidak beruntung, dan (b) melekat pada jabatan dan posisi yang terbuka bagi semua orang di bawah kondisi persamaan kesempatan yang adil.

Prinsip kedua bagian (a) disebut dengan “prinsip perbedaan” (difference principle). Adapun prinsip kedua bagian bagian (b) dinamakan dengan “prinsip persamaan kesempatan” (equal opportunity principle). Ketidaksamaan kesempatan akibat adanya perbedaan kualitas kemampuan, kemauan, dan kebutuhan dapat saja dibenarkan demi rasa keadilan versi Rawls.

Selanjutnya, Rawls menentukan aturan prioritas manakala suatu keadaan menunjukkan adanya pertentangan antara prinsip satu dengan lainnya saling berhadapan. Aturan prioritas itu adalah prinsip pertama haruslah ditempatkan di atas prinsip kedua, sedangkan prinsip kedua (b) harus diutamakan dari prinsip kedua (a).

Kebebasan dasar tidak dapat dilanggar dalam keadaan apa pun, bahkan jika hal itu akan meningkatkan kesejahteraan agregat, meningkatkan efisiensi ekonomi, atau menambah pendapatan orang miskin.

Dalam pandangan Rawls, komunisme gaya Soviet tidak adil karena tidak sesuai dengan sebagian besar kebebasan dasar dan karena tidak memberi setiap orang kesempatan yang adil dan setara untuk mendapatkan jabatan dan posisi yang diinginkan.

Kapitalisme laissez-faire murni juga tidak adil, karena cenderung menghasilkan distribusi kekayaan dan pendapatan yang tidak adil (terkonsentrasi di tangan segelintir orang), yang pada gilirannya secara efektif merampas sebagian (jika bukan sebagian besar) warga dari sarana dasar yang diperlukan untuk bersaing. adil untuk kantor dan posisi yang diinginkan.

Masyarakat yang adil, menurut Rawls, akan menjadi “demokrasi pemilik-milik” di mana kepemilikan alat-alat produksi didistribusikan secara luas dan mereka yang paling miskin cukup makmur untuk mandiri secara ekonomi.

Walaupun begitu, Rawls mengakui bahwa adanya affirmasi terhadap kelompok-kelompok lemah secara terus menerus dan tanpa batas akan menimbulkan suatu permasalahan moral yang amat berbahaya.

Sebab, pemerintah yang sah dapat melepaskan tanggung jawabnya  terhadap masyarakat dan menjadi sangat tergantung karena  merasa kebutuhannya akan selalu dijamin oleh negara-negara yang  memberikan bantuan tersebut.

 

Referensi

Rawls, John. 2005. A Theory of Justice (edisi revisi), Cambridge: Belknap Press.

Ensiklopedia tentang John Rawls dalam Website Harvard University, Stanford of Philosophy, Social Science Research Network (ISRN), Wikipedia, dan Britannica Online.

Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Praktisi hukum dan Peneliti di Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi.

Recent Post

Related Stories

For Subcription