Selasa, Juli 1, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Kredit Topengan Uang Nasabah Terhadap Bank Gagal

Jendelahukum.com, Perspektif – Pada era-modern sekarang, masyarakat Indonesia dalam hal ini disebut Nasabah lebih banyak menabung, menyimpan, meminjam, dan melakukan deposit melalui bank-bank konvensional yang sudah di awasi oleh pemerintah. Selain diawasi, uang nasabah akan dijamin keutuhannya, jika menaruh uangnya kepada bank-bank yang sudah bermitra atau terdaftar di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Perlu diketahui, LPS merupakan lembaga yang berbadan hukum dan bergerak secara independen, transparan, serta akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenang nya dalam menjamin uang nasabah. Dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 4 disebutkan bahwa LPS bertugas untuk menjamin simpanan nasabah.

Lalu bagaimana jika ada kredit topengan oleh nasabah di suatu bank gagal bayar yang melibatkan LPS?

Peran LPS Dalam Jaminan Keuangan Nasabah Terhadap Bank Gagal

Legalitas adanya jaminan uang, harus diketahui oleh setiap nasabah baik yang akan menyimpan, sudah menyimpan atau yang terkena masalah keuangan, akibat bank bangkrut atau bank menjadi status gagal. Legalitas itu penting diketahui, agar nasabah dapat bertindak jikalau di kemudian hari ada masalah keuangan. Sehingga nasabah paham hak dan kewajibannya jikalau bank itu statusnya bank gagal atau gagal bayar (Bangkrut).

Permasalahan terkait Bank Gagal pernah terjadi pada Bank Tripanca Lampung, dimana pimpinan bank melakukan tindak pidana perbankan dan penyaluran kredit topengan (Apabila debitur yang tercatat pada pembukuan kredit bank tidak ada) kepada rekening nasabah. Akibat tindak pidana tersebut, Bank Tripanca mengalami gagal bayar dan dicabut izin usahanya karena telah di tetapkan menjadi bank gagal.

Baca juga: Upaya Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Mekanisme Small Claim Court

Setelah Bank Tripanca dicabut izinnya, maka Lembaga Penjamin Simpanan, wajib melakukan rekonsiliasi dan verifikasi untuk menentukan simpanan yang tidak layak dibayar dan layak dibayar kepada nasabah yang kehilangan uangnya selambat-lambatnya 90 hari kerja, terhitung sejak izin usaha bank dicabut, sesuai dengan pasal 16.

Setelah LPS menetapkan simpanan yang layak dibayar, maka LPS mulai membayar simpanan yang layak dibayar kepada nasabah bank gagal. Dan nasabah di perbolehkan untuk melakukan penarikan atau menerima pembayaran.

Pembayaran kewajiban bank Tripanca kepada para kreditur, di dapat dari dari hasil pencairan dan penagihan dilakukan dengan urutan seperti, penggantian atas talangan pembayaran pegawai yang terutang, penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai. Biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya operasional kantor. Serta hak dari kreditur lainnya. Yang pembayarannya akan diurus lebih lanjut oleh LPS bersama pihak terkait lainnya.

Status Hukum Uang Penyimpanan Nasabah dari Hasil Tindak Pidana

Setelah LPS melakukan pembayaran kepada nasabah (Kreditur), LPS selaku penjamin uang nasabah, melakukan audit investigasi atas Bank Tripanca yang sudah berubah status menjadi bank gagal. Hasilnya rekening atas nama Nasabah Pertama yang menerima pembayaran sebesar Rp.2.000.000.000,- dan Nasabah Kedua menerima pembayaran Rp.184.727.000,- merupakan rekening topengan yang digunakan untuk menerima aliran dana tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh Sugiarto Wiharjo selaku pemilik Bank Tripanca.

Audit yang dilakukan oleh LPS di perkuat juga melalui putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Sehingga nasabah pertama dan kedua tidak layak untuk menerima pembayaran atau menarik dana dari LPS. Sehingga uang tersebut harus dikembalikan lagi kepada LPS selaku Pemberi Uang. Karena nasabah yang menerima uang dari hasil tindak pidana tidak boleh menerima uang pengganti akibat bank gagal dari LPS.

Baca juga: Kewajaran Tanggung Jawab Terbatas

LPS dalam regulasinya menetapkan bahwa nasabah yang dapat menerima atau layak dibayar berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, harus memiliki tiga kriteria yaitu, Pertama, adanya aliran dana tercatat di bank. Kedua, nasabah tidak menyebabkan bank gagal atau tidak sehat. dan Ketiga, nasabah tidak mendapatkan keuntungan dari adanya simpanan atau tindak pidana.

Pada kasus Bank Tripanca, LPS dapat membuktikan rekening nasabah 1 dan nasabah 2 merupakan rekening yang di gunakan untuk menerima aliran dana dari hasil tindak pidana perbankan dan di temukan nya penyaluran kredit topengan. Kredit topengan yaitu apabila debitur yang tercatat pada pembukuan kredit bank tidak ada atau ada tetapi tidak pernah berhubungan langsung dengan bank atau program kredit yang bersangkutan.

 LPS dapat meminta kembali pembayaran kepada para nasabah yang terdampak oleh Bank gagal, akibat status nasabah tersebut berubah menjadi tidak layak bayar. Sehingga nasabah yang telah menerima pembayaran, wajib mengembalikan uang tersebut kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).  Nasabah yang tidak mau mengembalikan uang tersebut bisa diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri akibat terjadinya perbuatan melawan hukum. Yang dilakukan oleh nasabah yang berbuat curang atau tidak kooperatif.

Jaya Hasiholan Limbong, S.H.
Jaya Hasiholan Limbong, S.H.
Legal Staff Mawardi And Partners

Recent Post

Related Stories

For Subcription