Senin, Juni 30, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Konsep Tindak Pidana Pencucian Uang

Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan laundry yang sah dan resmi sebagai salah satu strategi untuk menyembunyikan hasil kejahatan dan transaksi illegal sehingga tampak seolah-olah berasal dari sumber yang halal.[1]

Namun dalam dunia peradilan, Istilah pencucian uang digunakan untuk pertama kalinya dalam dokumen hukum primer pada tahun 1992 melalui kasus penyitaan perdata antara Amerika Serikat US $4,255,625,39.

Kasus ini adalah tentang upaya menyembunyikan atau menyamarkan keuntungan ilegal dan penyitaan perdata atas sejumlah besar uang dari Molins di Columbia kepada Sonal di Miami, Florida.

Dalam putusannya, pengadilan menyimpulkan bahwa pengaihan dana dari Molins ke bank di Sonal sangat mungkin merupakan proses pencucian uang.

Ketika itu, pengadilan tersebut memang tidak mendefinisikan istilah pencucian uang. Namun begitu, para pakar menyimpulkan bahwa fenomena ini mengacu kepada pencucian uang.

Baca juga: Ingin Mengajukan Permohonan Pailit, Ini Dia Syarat-Syaratnya

Istilah pencucian uang kemudian dibawa ke jenjang internasional melalui Konvensi PBB melawan Pengedaran Gelap Narkotika dan Psikotropika (selanjutnya disebut Konvensi Wina PBB 1998).[2]

Konvensi ini juga memainkan peran signifikan dalam memperkenalkan konsep pencucian uang ke seluruh dunia. Dari inisiatif internasional ini, istilah pencurian uang menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke dalam system hukum Indonesia.

Dalam konteks hukum Indonesia, tindak pidana pencucian uang untuk pertama kalinya diatur dalam UU No 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diganti dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang

Secara teoritis, tidak ada definisi yang seragam dan konprehensif mengenai pencucian uang. Namun begitu, dapat dikemukakan beberapa pendapat ahli sebagai tentang definisi pencucian uang.

Sarah N Welling misalnya, ia mengemukakan bahwa “money laundering is the process by which one conceals the existance, illegal source, or illegal application of income, and than disguises that income to make it appear legitimate”.[3]

Sedangkan Black Law Dictionary mengemukakan bahwa “Money Laundering is term applied to taking money gotten illegally and washing or laundering it so it appers to have been gotten lagally.

Sementara itu, The Financial Action Task Force (FATF) mendefinisikan pencucian uang sebagai: “Money laundering as the processing of criminal proceeds to disguise their illegal origin in order to legitimise the ill-gotten gains of crime”.[4]

Adapun objek dari Pencucian Uang menurut Sarah N. Welling, money laundering dimulai dengan adanya Dirty money atau “uang kotor” atau “uang haram”.

Baca juga: KPK Dukung RUU Perampasan Aset Koruptor Masuk Prolegnas 2021

Hal ini kemudian diterjemahkan dalam Pasal 2 UU TPPU menjadi harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana tertentu. Seperti Korupsi, Penyuapan, narkotika, dan lain sebagainya.

Secara umum dapat dijelaskan, bahwa aktifitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organization crime, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika dan tindak pidana lainnya.

Dan pada intinya, tujuan utama pencucian uang adalah untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut, sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal.

Tahap-tahap Proses Pencucian Uang

Untuk melaksanakan tindak pidana pencucian uang, para pelaku memiliki metode tersendiri. Namun begitu, secara garis besar metode pencucian uang dapt dibagi menjadi tiga tahap, yaitu placement, layering, dan integration.[5]

Ketiga tahap proses pencucian uang tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Placement (penempatan)

Pada tahap penempatan bentuk uang dirubah karena sebagian besar aktivitas kejahatan modern khususnya pengedaran obat bius (narkoba), bergantung pada uang tunai sebagai alat pertukaran utama, mekanisme penempatan biasanya melibatkan pengubahan mata uang menjadi bentuk lainnya.

Contohnya sejumlah besar uang tunai yang diterima oleh penjual narkoba didepositokan dalam transaksi berulang dalam rekening bank, sehingga bentuk uang itu satu langkah lebih jauh dari asal ilegalnya semua uang tunai sekarang telah menjadi suatu bagian elektronik dalam lautan uang.

2. Layering (penyelubungan, pelapisan)

Setelah pencucian uang berhasil melakukan tahap placement, tahap berikutnya adalah layering atau disebut pula haevy soaping. Dalam tahap ini pencuci uang berusaha untuk memutuskan hubungan uang hasil kejahatan itu dari sumbernya.

Adapun hal itu dilakukan dengan cara memindahkan uang tersebut dari satu bank ke bank yang lain dan dari negara yang satu ke negara yang lain sampai beberapa kali.

Dalam pelaksanaannya sering kali dilakukan dengan cara memecah-mecah jumlahnya, sehingga dengan pemecahan dan pemindahan beberapa kali itu asal-usul uang tersebut tidak mungkin lagi dapat dilacak oleh otoritas moneter atau oleh para penegak hukum.

3. Integration (pengintegrasian)

Dalam tahap ini dapat dikatakan juga bahwa pelaku menggabungkan dana yang baru dicuci dengan dana yang berasal dari sumber yang sah sehingga lebih sulit untuk memisahkan keduanya.

Setelah mencapai tahap ini, pelaku kejahatan bebas menggunakan dana tersebut dengan berbagai cara. Hasil kejahatan ini bisa diinvestasikan kembali kedalam kegiatan kriminal dan kemudian digunakan untuk melakukan kejahatan lain seperti terorisme.

Dana ilegal juga dapat digunakan untuk berinvestasi dalam perekonomian yang sah.

Ketiga tahapan di atas dapat terjadi secara terpisah atau stimulant. Namun secara umum dilakukan secara tumpeng tindih. Modus Operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin canggih dan kompleks dengan seiring dengan perkembangan teknologi dan rekayasa keuangan yang kian rumit.

Oleh karena itu, dalam penanganannya membutuhkan peningkatan kemampuan (capacity building) secara sistematis dan berkesinambungan.

Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum serta penelusuran dan pengembalian Harta Kekayaan hasil tindak pidana.

 

Referensi

[1] J.E. Sahetapy, 2003, Business Uang Haram, Jakarta: KHN (Komisi Hukum Nasional), hlm. 11.

[2] Hanafi Amrani, Hukum Pidana Pencurian Uang: Perkembangan Rezim AntiPencucian Uang dan Implikasinya terhadap Prinsip Dasar Kedaulatan Negara, Yurisdiksi Pidana, dan Penegakan Hukum, Cetakan Pertama, Yogyakarta: UII Press, 2015, hlm 3.

[3] Sarah N. Welling, Smurfs, Money Laundering and the United States Criminal Federal Law, yang dimuat dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, 1992, The Money Trail (Confiscation of Proceeds Crime, Money Laundering and Cash Transaction Reporting). Sydney: The Law Book Company Limited, hlm. 201.

[4] Emmy Yuhassarie, Tindak Pidana Pencucian Uang : prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Cetakan 1, Jakarta Selatan : Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hlm 45.

[5] Tb. Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang, Cetakan 1, Bandung : MQS Publishing, hlm 41.

hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription