Selasa, Juli 1, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Mengupas Kejelasan Tentang Kepastian Hukum Bagi Kaum LGBT Di Indonesia

Jendelahukum.com, Perspektif – Akhir-akhir ini isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgander) di Indonesia sedang marak di beritakan. Hal itu disebabkan salah satu youtuber Indonesia dengan kanal channelnya “Close the Door” mengundang salah satu tiktokers gay yang tinggal di Jerman.

Memang jika membahas LGBT di Indonesia yang menganut ideologi Pancasila, tentu lebih condong ketidaklegalan suatu hubungan sesama jenis (LGBT).

Baca juga: Perjuangan Hak Perempuan di Ranah Publik

Terlepas dari itu, penulis akan membahas ketidakpastian hukumnya di Indonesia. Apakah pasangan LGBT dapat dipidana?

Di kalangan ahli hukum Indonesia sendiri terdapat perdebatan mengenai hal ini, Mahfud MD berpendapat bahwa Indonesia sebenarnya menerima adanya LGBT, akan tetapi bukan pada perilaku menyimpangnya, melainkan hak asasinya.

Jadi meski orang-orang yang terjangkit penyakit LGBT tetap tidak boleh didiskriminasi, meski memang secara Undang-Undang tidak diperbolehkan. Lebih lanjut ia menanggapi orang-orang yang pro terhadap legalnya LGBT dengan beralasan hak kebebasan mengeskpresikan hidupnya harus di teliti kembali.

Dalam UUD 1945 kebebasan berekspresi terletak pada pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan, “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.

Meskipun begitu, terjaminnya kebebasan berekspresi sesuai hati Nurani sebagaimana diatur dalam pasal diatas masih terdapat haluan atau batasan sesuai Ideologi yang dianut Indonesia.

Lebih tegasnya terdapat dalam pasal 28J ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut: Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Lebih lanjut dalam Pasal 28J Ayat (2)-nya dijelaskan bahwa: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Ketentuan dalam Pasal 28J UUD 1945 di atas, jelas menyatakan pembatasan terhadap kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang yang hidup di Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia memiliki landasan ideologis, yakni Pancasila yang mengandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, moral dan keadilan, yang harus tetap menjadi haluan dalam bertindak sesuatu.

Baca juga: Prinsip Proporsionalitas dan Pembatasan HAM dalam Undang-Undang

Meski begitu, pelaku LGBT tetap tidak bisa dihukum karena tidak ada undang-undang yang secara jelas mengatur ketidakbolehannya. Hal ini sudah tercantum dalam pengertian asas legalitas yang berlaku di Indonesia, dimana seseorang tidak bisa dihukum kecuali sudah ada undang-undang yang secara jelas mengaturnya.

Asas legalitas dalam KUHP pidana terletak pada pasal satu ayat (1) yang menyatakan, “suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan-kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada.

Dari beberapa landasan yuridis yang ada, hukum yang terekonstruksi hanya berklausa pada aspek legal-tidaknya pernikahan LGBT di Indonesia. Memang secara jelas Kitab UndangUndang Perkawinan dalam Pasal Undang-Undang No 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa:

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang Wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sedangkan problematika yang terletak dalam pengaturan hukum legal-tidaknya hubungan sesama jenis (LGBT) adalah ketidakmungkinan mengatur ekspresi (kebebasan) berlogika seseorang.

Hemat penulis, seharusnya jika permasalahan yang bersifat psikis harus diselesaikan dengan ilmu psikologi juga. Karena hukum hanya bisa mengatur pada klausa lahiriyah manusia bukan klausa batin manusia.

Dari beberapa argumentasi dan sajian masalah di atas bisa kita tarik benang merah yaitu bahwa Indonesia sendiri belum mengakomodir secara konprehensif sumber hukum yang akan di jadikan rujukan. Imbasnya problematika yang menjangkit pelaku LGBT belum juga terselasikan.

Baca juga: Apa Itu Utilitarianisme?

Simalakama peraturan terjadi jika akan diterapkan secara terperinci pun masih terjadi. Hal ini disebabkan konstruksi logika dengan keadaan empiris belum terjadi sinergisasi.

Para pakar hukum di Indonesia harus serius dalam menangani problematika kepastian hukum pada pengaturan hubungan sesama jenis ini. Tentunya bukan hal yang gampang, akan tetapi mau tidak mau problematika ini harus cepat terselesaikan.

Dan perlu diingat oleh para lembaga yang mempunyai wewenang dalam merekonstruksi Undang-Undang harus memperhatikan betul asas kepastian dan kemanfatan (ulitarianisme).

 

Referensi

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220511210929-12-795702/konten-lgbt-deddycorbuzier-yang-disorot-mahfud-md-dan-delik-di-rkuhp diakses pada jam:23:10 tanggal: 12 Mei 2022

Vivi Hayati, “Lgbt dalam perspektif hukum positif dan hukum islam”, jurnal hukum, hal.291, volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019.

Hoirul Anam
Hoirul Anam
Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Recent Post

Related Stories

For Subcription