Jumat, Juli 18, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Delik Pencemaran Nama Baik dalam KUHP dan UU ITE

Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Delik pencemaran nama baik (beleediging) bisa disebut salah satu pasal pidana yang paling rentan terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Terlebih lagi seiring dengan kecanggihan teknologi komukasi lewat media social, setiap orang begitu leluasanya mengekspresikan diri.

Tidak jarang ekspresi itu diungkapkan secara berlebihan sehingga akhirnya mengarah ungkapan-ungkapan yang tidak pantas dan menyerang harkat dan martabat orang lainnya.

Pencemaran Nama Baik

Pencemaran nama baik pada prinsipnya diatur dalam Bab XVI KUHP, yaitu tentang Penghinaan. Perbuatan yang masuk kategori pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 sampai Pasal 321 KUHP.

Pencemaran nama baik telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dimana hal tersebut termuat pada pasal 310 s.d 321 KUHP. Hukum Pidana di Indonesia sendiri saat ini membagi pencemaran nama baik menjadi 6 macam yaitu:

Penistaan Pasal 310 Ayat (1) KUHP

Perbuatan ini tercantum dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP. Menurut R Soesilo, agar perbuatannya bisa dihukum, penghinaan harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu agar diketahui oleh banyak orang. Tidak harus perbuatan yang melanggar hukum, cukup perbuatan biasa yang memalukan.

Penistaan Dengan Tulisan Pasal 310 Ayat (2) KUHP

Menurut ketentuan Pasal Pasal 310 Ayat (2) KUHP, seseorang dapat dituntut dengan pasal penistaan bila melakukan penghinaan melalui tulisan maupun gambar.

Namun begitu, ada catatan penting yang harus diperhatikan, yaitu bahwa tuduhan melakukan penistaan dan penistaan lewat tulisan tidak bisa dihukum bila dilakukan untuk membela kepentingan umum atau dengan terpaksa membela kepentingan sendiri.

Fitnah Pasal 311 KUHP

Perbuatan fitnah diatur pada Pasal 311 KUHP. Menurut R Soesilo, untuk memastikan apakah perbuatan pidana Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP dilakukan untuk membela kepentingan umum atau membela diri, hakim perlu melakuan pemeriksaan. Bila ternyata hakim tidak melihatnya sebagai pembelaan diri dan ternyata yang dituduhkan oleh seoranag terdakwa tidak terbukti, maka yang bersangkutan bisa dikenakan Pasal 311 KUHP tentang fitnah.

Penghinaan Ringan Pasal 315 KUHP

Penghinaan ringan merupakan penghinaan berupa kata-kata menyakitkan yang dilakukan di depan umum. Kata-kata menyakitkan ini seperti anjing, brengsek, sundel, dan kata-kata menyakitkan lainnya. Penghinaan ringan ini juga dapat dilakukan dengan sebuah perbuatan seperti meludahi wajah, pengang kepala dan mendorong topi hingga lepas untuk orang Indonesia.

Pengaduan Palsu atau Pengaduan Fitnah Pasal 317 KUHP

Perbuatan ini diatur dalam Pasal 317 KUHP. Orang yang dapat diancam hukuman dalam pasal ini adalah mereka yang dengan sengaja memasukkan surat pengaduan palsu mengenai orang pada penegak hukum. Selain itu menyuruh menulis surat pengaduan palsu yang berakibat pada tercemarnya kehormatan dan nama baik seseorang juga masuk dalam pasal 317 KUHP.

Tuduhan Perbuatan secara Fitnah Pasal 318 KUHP

Orang yang sengaja melakukan perbuatan dimana menyebabkan orang lain terlibat dalam tindak pidana, dimana hal ini tidaklah benar. Misalnya saja menaruh barang bukti hasil kejahatan pada orang lain agar orang tersebut dituduh melakukan kejahatan.

Selain itu pasal-pasal di atas, KUHP juga diatur mengenai penghinaan atau Pencemaran Nama Baik sebagai pasal-pasal khusus, yaitu:

1) Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 134 dan Pasal 137 KUHP), pasal-pasal ini telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi;

2) Penghinaan terhadap kepala negara asing (Pasal 142 -144 KUHP);

3) Penghinaan terhadap segolongan penduduk/kelompok/ organisasi (Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP);

4) Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP);

5) Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia (Pasal 207 dan Pasal 208 KUHP).

Pencemaran Nama Baik adalah Delik Aduan

Delik Pencemaran Nama Baik atau penghinaan atau semua penghinaan yang diatur dalam Pasal 310 sampai dengan Pasal 321 KUHP ini adalah delik aduan, terkecuali Pasal 316 KUHP yaitu penghinaan yang dilakukan terhadap pegawai negeri yang sedang melakukan tugasnya yang sah.

Baca juga: Perbedaan antara Delik Formil dan Delik Materil

Penuntutan untuk Pasal 316 ini tidak membutuhkan pengaduan dari orang yang dihina (bukan delik aduan). Namun, dalam praktiknya, pegawai negeri yang dihina itu diminta membuat pengaduan.

Sedangkan pasal-pasal penghinaan lain yang bukan delik aduan ialah penghinaan yang diatur dalam Pasal 134, 137, 142, 143, 144, 177, 183, 207 dan 208.

Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE

Selain KUHP, pencemaran nama baik juga diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yaitu UU Nomor 16/2019 yang merupakan perubahan UU Nomor 11/2008. Dalam UU ini, masalah pencemaran nama baik diatur dalam pasal 27 hingga 37.

Mengacu pada Pasal Pencemaran Nama Baik UU ITE sebagaimana yang disebutkan di atas, maka dapat diketahui bahwa Pencemaran Nama Baik, memiliki unsur-unsur, yaitu:

1) setiap orang;

2) dengan sengaja;

3) tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik;

4) memiliki muatan penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik.

Yang dimaksud unsur sengaja atau kesengajaan di sini adalah orang itu memang mengetahui dan menghendaki informasi yang mengandung pencemaran itu tersebar untuk merusak kehormatan atau nama baik seseorang.

Pada awalnya, banyak pihak yang menganggap lahirnya UU ITE telah merubah sifat delik aduan pencemaran nama baik menjadi delik biasa. Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE ini memang menimbulkan kontroversi. Bahkan, dinilai hal ini merupakan kemunculan pasal karet atau hatzaaiartikelen gaya baru.

Dan, tak hanya itu saja, pasal ini juga dinilai lebih kejam ketimbang pasal Pencemaran Nama Baik dalam KUHP, karena adanya disparitas yang cukup besar dalam hal sanksi hukumannya.

Permasalahan ini pun sempat dibawa ke Mahkamah Konstitusi sehingga akhirnya diputuskan oleh MK melalui putusannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Putusan MK Nomor 2/PUU-VII/2009.

Dalam pertimbangan Putusan MK 50/PUU-VI/2008 disebutkan bahwa keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut.

Baca juga: Komnas HAM Dorong Kasus Pencemaran Nama Baik Diselesaikan Secara Perdata

Hal itu harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan.

Yang juga tak kalah pentingnya, selain diatur dalam UU ITE, pasal Pencemaran Nama Baik juga terdapat dalam UU No. 31 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Hal mana diatur dalam Pasal 36 ayat (5) UU Penyiaran, yang berbunyi: “Isi siaran dilarang:

a) bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;

b) menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau

c) mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan.”

Dengan berdasarkan hal-hal di atas, maka sepatutnya aparat penegak hukum, baik kepolisian sebagai ujung tombak pelaksana KUHP maupun kejaksaan yang mengajukan penuntutan, perlu berhatihati dan tidak mudah menindaklanjuti laporan mengenai Pencemaran Nama Baik atau penghinaan, mengingat hal tersebut sangatlah subyektif sifatnya

 

hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription