Selasa, Juli 1, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Malpraktek Dalam Dunia Kedokteran

Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Kesehatan merupakan nikmat yang paling utama bagi setiap manusia. Karena kesehatan merupakan modal utama bagi setiap orang untuk menjalankan aktifitas sehari-hari. Dengan terganggunya kesehatan seseorang maka aktifitas harian mereka juga akan ikut terganggu bahkan bisa juga akan terhenti.

Melaksanakan upaya kesehatan yang maksimal bagi rakyat adalah tugas dari pemerintah bersama-sama rakyat yang bahu membahu menyelenggarakan upaya kesehatan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal. Karena itu, persoalan kesehatan menjadi salah satu tugas dari pemerintah sehingga menjad obyek pengaturan dalam hukum.

Resensi Buku: Delik-Delik Tertentu dalam KUHP

Dikaitkan dengan hukum, maka Hukum Kesehatan meliputi pengaturan kedua area tersebut. Sedangkan Hukum Kedokteran (Medical Law) khusus mengatur pemeliharaan kesehatan individu saja.

Pemeliharaan kesehatan individu merupakan suatu pelayanan di bidang kedokteran yang melibatkan dokter dan pasien. Dalam pemberian pelayanan kesehatan, pada akhir-akhir ini cukup sering diperbincangkan oleh masyarakat dari berbagai golongan mengenai masalah malpraktek kedokteran.

Malpraktek Kedokteran

Malpraktek (Malpractice) mempunyai pengertian yang lebih luas daripada negligence. Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktek pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (intentional, dolus, opzettelijk) melanggar undang-undang.

Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif (mens rae, guilty mind). Sedang arti negligence lebih berintikan ketidaksengajaan (culpa), kurang teliti, kurang hati-hati, acuh, sembrono, sembarangan, tak peduli terhadap kepentingan orang lain. Namun akibatnya yang timbul memang bukanlah yang menjadi tujuannya. (J. Guwandi, 2005:20-21).

Baca juga: Memahami Hukum Pidana: Definisi, Tujuan, dan Sifatnya

Dalam tataran peraturan perundang-undangan, pengertian “Malpraktik” ditemukan dalam pasal 11 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, yang telah dinyatakan dihapus oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Dari berbagai pendapat ahli hukum, ketentuan pasal 11 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 dapat dijadikan acuan makna malpraktik yang mengidentifikasikan “Malpraktik” dengan melalaikan kewajiban yang berarti juga tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan ditentukan bahwa :

A. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut :

    1. melalaikan kewajiban;
    2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;
    3. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
    4. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.

Istilah malpraktik sejatinya tidak merujuk hanya kepada suatu profesi tertentu, namun juga meliputi beberapa profesi yang ada, misalnya: Dokter dan dokter gigi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”); Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”); Notaris sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”); Akuntan Publik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (“UU Akuntan Publik”).

Setiap profesi tersebut memiliki kode etik masing-masing sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturaan perundang-undangan, kode etik biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi profesi tersebut untuk memeriksa apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan tugas.

Bagaimana Melaporkan Malpraktek?

Dalam pasal 66 ayat 3 UU Praktik Kedokteran dikatakan bahwa masyarakat yang merasa dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dapat melaporkan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (“MKDKI”). Penting untuk ditegaskan bahwa laporan tersebut tidak menghilangkan hak masyarakat untuk melapor secara pidana atau menggugat perdata di pengadilan.

Namun begitu, dalam hal terjadi kelalaian dokter/tenaga kesehatan sehingga mengakibatkan terjadinya malpraktik, korban tidak diwajibkan untuk melaporkannya ke MKDKI terlebih dahulu.

Baca juga: Perbedaan antara Delik Formil dan Delik Materil

Dalam pasal 29 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikatakan bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

Beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam hal terjadi kelalaian dokter dalam melakukan praktik kedokteran adalah:

  1. Melaporkan kepada MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia);
  2. Melayangkan teguran baik secara lisan maupun tertulis (somasi);
  3. Melakukan mediasi;
  4. Menggugat secara perdata pada peradilan umum (wilayah Pengadilan Negeri tempat kejadian perkara);
  5. Jika ternyata terbukti secara hukum ada kesengajaan dalam tindakan tenaga kesehatan tersebut, maka dapat dilakukan upaya pelaporan secara pidana.

 

Referensi

  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
  2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
  3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription