Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Agenda pembuktian menempati posisi yang sangat krusial dalam persidangan suatu perkara pidana. Pasalnya hasil pembuktian tersebut akan dijadikan pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan putusan.
Menurut M. Yahya Harahap. dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP”, pembuktian merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.[1]
Baca juga: Penangkapan: Definisi, Alasan, dan Jangka Waktu
Berkaitan tentang pembuktian, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak menjelaskan secara mendalam berkaitan dengan konteks pembuktian. Hanya saja didalam KUHAP terdapat pasal 183 yang mengatur berkaitan tentang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seorang kecuali ditemukan sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) alat bukti yang sah.
Selain itu, Hakim juga diharuskan memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Sistem Pembuktian Hukum Pidana
Ada beberapa ajaran yang berhubungan dengan sistem pembuktian, yaitu:
- Sistem Pembuktiaan Conviction-in Time, yang menentukan salah tidaknya seorang Terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan Terdakwa.
- Sistem Pembuktian Conviction-Raisonee, dimana dalam sistem ini keyakinan hakim harus didukung dengan alasan yang dapat diterima dengan akal sehat.
- Sistem Pembuktian menurut undang-undang secara positif yaitu berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-undang, keyakinan hakim tidak ikut ambil bagian.
- Sistem Pembuktian menurut undang undang secara negatif (Negatief Wettelijk Stelsel) bertumpu pada alat-alat bukti yang ditentukan dalam undang undang dengan dibarengi dengan keyakinan Hakim.
Jenis-Jenis Alat Bukti
Adapun jenis-jenis alat bukti yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu:
- keterangan saksi;
- keterangan ahli;
- surat;
- petunjuk; dan
- keterangan terdakwa.
Artikel lainnya: Hak-hak Tersangka dan Terdakwa dalam KUHAP
Dalam sistem pembuktian, hukum acara pidana Indonesia menganut stelsel negatief wettelijk, yaitu hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian.[2]
Dengan begitu, maka alat bukti yang didapatkan di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.
Referensi
[1] M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm 273.
[2] Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19