Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Dalam menerapkan peraturan-peraturan pidana dalam suatu negara, hakim dan pengadilan hanya dapat memberlakukan hukum positif yang ada di negara tersebut. Hal tersebut merupakan bentuk kedaulatan negara dalam melaksanakan penegakan hukum.
Mengenai keberlakuan suatu hukum pidana, terdapat 4 (empat) asas yang diakui keberadaannya, yaitu asas teritorial, asas nasional aktif (kebangsaan), asas nasional pasif (perlindungan), dan asas universalitas (persamaan).
1. Asas Teritorial
Asas territorialitas termuat dalam pasal 2 KUHP yang berbunyi:” Ketentuan pidana dalam Undang-Undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di wilayah Indonesia”.
Mengikuti konstruksi rumusan Pasal 2 KUHP di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
-
- Undang-undang (ketentuan pidana) Indonesia berlaku di wilayah indonesia
- Orang/pelaku berada di Indonesia
- Suatu tindak pidana terjadi di wilayah Indonesia.
Baca juga: Mengenal Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Islam
Persamaan dari tiga unsur diatas adalah, semuanya di wilayah Indonesia. jelas bahwa yang diutamakan adalah wilayah yang berarti mengutamakan asas terotorial.
Jadi apabila pencurian dilarang di wilayah Indonesia, dan si X yang berada di Indonesia melakukan pencurian di wilayah Indonesia, maka telah terpenuhi ketentuan Pasal 2 KUHP.
Salah satu contoh yang terkenal dalam penerapan hukum di Belanda tentang asas teritorial ini adalah: bahwa si A yang berada di negeri Jerman, melalui perbatasan melemparkan seutas tali yang bersimpul bulatan diujungnya, untuk menjerat seekor kuda yang berada di negeri Belanda.
Kemudian kuda tersebut ditarik ke wilayah Jerman dengan maksud untuk memilikinya. Dalam hal ini tindak pidana dianggap telah terjadi di negeri Belanda dan kepada pelakunya berlaku ketentuan pidana Belanda.
2. Asas Personalitas
Berlakunya hukum piana menurut asas personalitas adalah tergantung atau mengikuti subjek hukum atau orangnya yakni, warga negara dimanapun keberadaannya.
Menurut sistem hukum pidana Indonesia, dalam batas-batas dan dengan syarat tertentu, di luar wilayah hukum Indonesia, hukum pidana Indonesia mengikuti warga negaranya artinya hukum pidana Indonesia berlaku terhadap warga negaranya dimanapun di luar wilayah Indonesia.
Baca juga: Asas-Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Oleh sebab itu, asas ini dapat disebut sebagai asas mengenai batas berlakunya hukum menurut atau mengikuti orang. Asas ini terdapat dalam Pasal 5, diatur lebih lanjut dalam Pasal 6, 7, dan 8. KUHP menganut asas pesonalitas terbatas.
Yang terpokok dalam asas personalitas adalah orang, person. Dalam hal ini berlakunya hukum pidana dikaitkan dengan orangnya, tanpa mempersoalkan dimana orang itu berada, yaitu didalam ataupun diluar wilayah negara Indonesia.
Apabila asas personalitas dianut secara murni di Indonesia, maka hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia dimanapun ia berada. Sudah tentu hal ini akan melanggar kedaulatan negara asing.
Dalam KUHP Indonesia ternyata asas ini digunakan dalam batas-batas tertentu yaitu pada umumnya dalam hal yang berhubungan dengan:
-
- Kesetiaan yang diharapkan dari seseorang warga negara terhadap negara dan pemerintahnya
- Kesadaran dari seseorang warga negara untuk tidak melakukan suatu tindak pidana di luar negeri dimana tindakan itu merupakan kejahatan di tanah air
- Diperluas dengan pejabat-pejabat (pegawai negeri) yang pada umumnya adalah warga negara yang disamping kesetiaannya sebagai warga negara, juga diharapkan kesetiaannya kepada tugas/jabatan yang dipercayakan kepadanya.
3. Asas Perlindungan (Asas Nasional Pasif)
Asas perlindungan atau nasional pasif adalah asas berlakunya hukum pidana menurut atau berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi dari suatu negara yang dilanggar di luar wilayah Indonesia.
Asas ini berpijak pada pemikiran dari asas perlindungan yang menyatakan bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya dan kepentingan nasionalnya.
Dalam hal ini buka kepentingan perseorangan yang diutamakan, tetapi kepentingan bersama (kolektif). Ciri dari asas perlindungan adalah subjeknya berupa setiap orang (tidak terbatas pada warga negaranya).
Baca juga: Prinsip atau Asas Keseimbangan dalam KUHAP
Selain itu tindak pidana itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional Indonesia yang karenanya harus diindungi.
Kepentingan-kepentingan nasional yang ditentukan harus dilindungi ialah:
-
- Keselamatan kepala/wakil kepala negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah yang sah dari RI, keamanan negara terhadap pemberontakan, keamanan penyerahan barang-barang angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan martbat kepada negara RI dst.
- Keamanan ideologi negara Pancasila dan haluan negara
- Keamanan perekonomian negara RI
- Keamanan uang negara, nilai-nilai dari surat-surat berharga yang dikeluarkan/disahkan oleh pemerintah RI
- Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan dan lain sebagainya.
Ketentuan-ketentuan yang bertitik berat kepada asas perlindung terutama dapat ditemukan dalam Pasal 4 KUHP.
Walaupun ketentuan Pasal 4 KUHP pada umumnya mengatur perlindungan terahdap kepentingan nasional Indonesia, akan tetapi yang benar-benar hanya mengatur perlindungan nasional Indonesia saja.
Kejahatan-kejahatan yang ditujukan oleh Pasal 4 itu adalah jenis-jenis kejahatan yang mengancam kepentingan hukum negara Indonesia yang mendasar, baik berupa kepentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, perekonomian Indonesia, maupun kepentingan hukum terhadap sarana dan prasarana angkutan Indonesia.
Dilihat dari sudut kepentingan hukum negara, maka maksud dipidananya setiap orang yang melakukan kejahatan-kejahatan teretntu di luar Indonesia yang disebut dalam Pasal 4 agar si pembuat dapat dipidana, dalam hal dan sebab di negara asing di tempat ia melakukan kejahatan menurut ketentuan hukum pidana asing itu tidak merupakan perbuatan yang diacam dengan pidana.
4. Asas Universaliteit (Asas Persamaan)
Asas universaliteit bertumpu pada kepentingan hukum yang lebih luas yaitu kepentingan hukum penduduk dunia atau bangsa-bangas dunia. Menurut asas ini, berlakunya hukum pidana tidak dibatasi oleh tempat atau wilayah tertentu dan bagi orang-orang tertentu.
Adanya asas ini berlatar belakang pada kepentingan hukum dunia. Negara manapun diberi hak dan wewenang mengikat dan membatasi tingkah laku setiap orang dimana pun keberadaannya sepanjang perlu untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta kenyamanan warga negara di negara-negara dunia tersebut.
Seputar Hukum: Apa itu Asas Praduga Tidak Bersalah?
Hukum pidana Indonesia dalam batas-batas tertentu juga menganut asas ini, seperti yang terantum dalam Pasal 4 khususnya sepanjang menyangkut mengenai kepentingan bangsa-bangsa dunia.
Kejahatan-kejahatan tertentu yang disebut dalam Pasal 4 (terutama butir ke 2,3,4) dalam hal menyangkut dan mengenai kepentingan bangsa-bangsa dunia, berlaku pula asas universaliteit.
Dapat pula dikatakan bahwa berlakunya ketentuan Pasal 4 dalam hubungannya dengan kepentingan hukum bangsa-bangsa dunia ini adalah fungsi hukum pidan Indonesia dalam ruang lingkup hukum pidana internasional.
Jadi ketentuan pada Pasal 4 ini dapat dipandang sebagai ketentuan mengenai asas perlindungan yang sekaligus juga asas universaliteit.
Jika pelanggaran yang dilakukan mengenai kepentingan hukum bangsa dan negara Indonesia, misalnya pembajakan pesawat udara Indonesia di wilayah hukum negara manapun juga, atas peristiwa itu berlaku asas perlindungan, dalam arti melindungi kepentingan hukum dalam hal prasarana dan sarana pengangkutan udara Indonesia.
Akan tetapi, sesungguhnya pelanggaran seperti itu juga dipandang sebagai melanggar kepentingan hukum yang lebih luas yakni kepentingan hukum bangsa-bangsa dan negara-negara dunia, maka dalam hal yang terakhir ini berlaku pula asas universaliteit.
Demikian juga kejahatan mengenai mata uang (Bab X Buku II), kejahatan pembajakan laut (438), pembajak di tepi laut (439), pembajakan pantai (440) maupun pembajak sungai (441), walauun dilakukan di Indonesia tidak berarti kejahatan itu semata-mata menyerang kepentingan hukum negara-negara dunia.