Jendelahukum.com, Celoteh – “NKRI Harga mati”, slogan itu sejatinya memiliki makna nasionalisme yang tinggi dan menghendaki terjaganya keutuhan NKRI sebagai bingkai persatuan nasional. Dulu, slogan itu cukup sering dikumandangkan sebagai penanda ketidaksetujuan kita terhadap lepasnya Timor Timur (sekarang Timor Leste) dari pangkuan NKRI.
Tapi entah kenapa akhir-akhir ini, saya merasa bahwa slogan itu terdengar seperti sebuah apologi karena yang mengumandangkan tidak benar-benar konsekuen, malah terkesan hanya digunakan untuk memojokkan kelompok tertentu.
Baca juga: Desentralisasi Dalam Bingkai NKRI
Jujur saja, saya sendiri lebih senang kalau slogan “NKRI Harga Mati” itu diganti dengan “Persatuan Indonesia Harga Mati”. Negara kesatuan hanyalah bingkai, sedangkan persatuan adalah subtansi.
Atau dengan kata lain, NKRI hanya sekedar alat untuk menciptakan rasa persatuan. Dan persatuan hanya akan benar-benar terjadi jika keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu benar-benar nyata.
Kita memang punya pengalaman buruk dengan Bentuk Negara Federal pasca Belanda melancarkan Strategi Devide et impera yang membuat kita menjadi beberapa negara bagian.
Namun yang harus dicatat, bukan persoalan bentuk negara kita menolaknya. Melainkan tercerai berainya rasa persatuan kita sebagai satu bangsa sehingga kemudian dengan segera kita beralih menjadi NKRI.
Apalah arti sebuah wadah jika tanpa isi. Begitu juga dengan NKRI, Selama ketidakadilan masih belum dirasakan oleh warga negara dan selama pembangunan belum merata, maka selama itu pula riak-riak perpecahan akan selalu ada.
Baca juga: Sebuah Refleksi Untuk Demokrasi Indonesia
Tidak cukup rasanya, jika ketidakadilan itu hanya ditanggapi dengan slogan “NKRI Harga Mati”. NKRI akan selalu menjadi harga tawar bagi mereka yang merasakan ketidakadilan.
Jika ingin benar-benar berdedikasi untuk mewujudkan “NKRI Harga Mati”, maka sebagai warga negara kita berkewajiban untuk menciptakan pertalian rasa dengan menjalin kebersamaan sebagai satu bangsa. Bukan malah mencerai beraikan rasa persaudaraan dengan menuduh yang lain sebagai “kelompok anti NKRI”.
Lagi pula seseorang/kelompok tertentu tidak akan pernah menjadi lebih istimewa dan paling berhak atas republik ini lantaran sering mengucapkan “NKRI Harga Mati”. Karena indonesia sejatinya adalah satu untuk semua, dan semua untuk satu.