Jendelahukum.com, Editorial – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama baru saja menetapkan logo halal baru, yaitu logo halal berbentuk Gunungan serta motif Surjan (Lurik Gunungan).
Berdasarkan Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal, logo halal tersebut akan menjadi tanda suatu produk telah terjamin kehalalannya dan memiliki sertifikat halal.
Tapi terlepas dari itu, mungkin ada sebagian masyarakat yang masih penasaran; Mengapa harus ada sertifikasi halal? Seberapa penting sih sertifikat halal bagi suatu produk. Utamanya industri makanan? Mari kita ulas dalam artikel singkat ini.
Kebijakan sertifikasi halal merupakan wujud dari kehadiran pemerintah untuk memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat.
Selain itu, sertifikasi halal akan menguntungkan konsumen maupun produsen. Dari sisi konsumen, mereka akan merasa aman karena tidak melanggar syariat ketika mengkonsumsi makanan halal.
Baca juga: Produk Apa Saja Yang Harus Bersertifikasi Halal?
Sedangkan untuk produsen, label halal ini berfungsi dalam membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap produk-produk mereka. Produk yang bersetifikat halal juga menjadi Unique Selling Point dalam menggaet konsumen.
Produsen produk bersertifikasi halal juga memiliki peluang besar untuk ekspor ke negara-negara yang ghirah keislamannya meningkat.
Selain itu, pentingnya pencantuman label halal tidak hanya untuk kebutuhan domestik, terkait kebutuhan konsumsi harian, tetapi juga untuk mendukung potensi pariwisata halal untuk menyasar target wisatawan muslim dunia.
Berdasarkan peringkat World Travel and Tourism Console Index tahun 2018, Indonesia, bahkan menempati posisi kesembilan di dunia dan nomor satu di Asia Tenggara.
Sedangkan, berdasarkan Globaly Economy Report, terdapat lima negara muslim di dunia yang memiliki potensi wisata halal terbesar, yaitu Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait dan Indonesia.
Baca juga: Apakah Indonesia Menganut Konsep Welfare State?
Total potensi pariwisata halal yang dimiliki Indonesia pun disebutkannya sangat luar biasa. Tercatat ada lebih dari USD 1,6 triliun atau sekitar Rp 22,9 kualidriun (kurs 14.334 per dolar AS) dan sudah membuka peluang bagi industri global pariwisata atas kebutuhan yang berkualitas dari wisatawan muslim.
Karena itu, tentu akan sangat disayangkan, potensi pariwisata halal itu tidak dimaksimalkan secara baik. Bila dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal mengelola industri halal.
Bahkan dibanding dengan Thailand yang notabene umat Islam merupakan minorotas pun, Indonesia masih kalah. Karena itu, ketertinggalan itu tentu harus dikejar dengan memperbanyak sertifikasi halal dalam setiap produk dan jasa yang ditawarkan.