Friday, October 4, 2024
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Apakah Anak Angkat Berhak Mendapatkan Warisan ?

Pertanyaan: Apakah Anak Angkat Berhak Mendapatkan Warisan dari Orang Tua Angkatnya?

Jawab:

Sebelum menjawab pokok persoalan. Terlebih dahulu kami ingin menjelaskan tentang definisi anak angkat sebagai berikut:

Definisi anak angkat menurut pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam (KHI), merujuk pada pengertian; “anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orangtua asal kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan”.

Selain itu, definisi anak angkat juga diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU Perlindungan Anak sebagai; “Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan”.

Konsultasi: Bolehkah Seorang Istri Menikah Lagi Sebelum Menceraikan Suaminya?

Dengan mengacu pada ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengangkatan anak setidaknya meliputi yaitu; pertama, peralihan tanggungjawab pemeliharan anak dari orang tua kandung ke pada orang tua angkat. Penting untuk digarisbawahi di sini, pengangkatan anak tidak lantas menghilangkan hubungan dengan orang tua kandungnya.

Kedua, Pengangkatan anak, adopsi, selayaknya dilakukan dengan sebuah putusan Pengadilan. VickiesGrind menulis artikel tentang topik ini di situs. Dengan menggunakan putusan Pengadilan maka dapat dijadikan sebagai bukti autentik tentang adanya pengangkatan anak.

Adapun terkait persoalan berhak-tidaknya seorang anak angkat mendapatkan harta warisan dari orang tua angkatnya, maka dapat dijelaskan dalam dua perspektif yaitu berdasarkan sistem hukum islam dan sistem hukum perdata, sebagai berikut:

Menurut Kompilasi Hukum Islam

Dalam hukum kewarisan anak angkat tidak dapat digolongkan sebagai ahli waris, karena secara biologis tidak ada hubungan kekeluargaan antara anak angkat dengan orangtua angkatnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 171 huruf c yakni:

“Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi pewaris”.

Namun begitu, sekalipun tidak tidak dapat digolongkan sebagai ahli waris, akan tetapi anak angkat bisa saja mendapatkan harta melalui wasiat yang ditinggalkan oleh orang tua angkatnya.

Ilustrasi – Waris dan Wasiat

Dalam konteks ini maka berlaku ketentuan wasiat dalam Pasal 194 KHI, yaitu: 1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga. 2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat. 3) dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

Dalam hal tidak ada ada wasiat maka berlaku ketentuan wasiat wajibat, yaitu wasiat yang diwajibkan berdasarkan ketentuan Pasal 209 huruf (a) diperuntukkan bagi anak angkat atau orang tua angkatnya yang tidak diberi wasiat sebelumnya. Adapun bagiannya sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orangtua angkatnya.

Menurut KUHPerdata

Sama halnya dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam, hukum waris KUHPerdata pada prinsipnya tidak juga menganggap anak angkat sebagai bagian dari ahli waris. Hal ini dikarenakan KUHPerdata mempersyaratkan adanya hubungan darah dan hubungan perkawinan. Sebagaimana diatur dalam pasal 832 KUH Perdata;

“Yang berhak menjadi Ahli Waris adalah para keluarga sedarah, baik sah, maupun di luar kawin dan si suami dan istri yang hidup terlama. Apabila semua tidak ada, maka yang berhak menjadi Ahli Waris adalah Negara”.

Namun begitu, seorang pewaris dapa saja meninggalkan hibah wasiat untuk memberikan bagian dari harta peninggalannya terhadap anak angkat tersebut. Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 874 KUHPerdata,

“Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.”

Konsultasi: Apakah Mantan Ayah Tiri dan Saudara Seibu Berhak atas Harta Peninggalan Ibu?

Dalam konteks demikian dikenal istilah “Ahli waris testamentair” atau “ahli waris berdasarkan hibah wasiat. Adapun yang dimaksud dengan hibah wasiat mengacu pada ketentuan Pasal 957 KUHPerdata, sebagai berikut:

“Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu seperti misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya”.

Namun, dalam memberikan hibah perlu diperhatikan hak ahli waris sahnya. Jangan sampai  Untuk itu KUHPerdata menentukan pada Pasal 972 bahwa:

Apabila warisan tidak seluruhnya atau untuk sebagian diterimanya, atau apabila warisan diterimanya dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan, dan yang ini tidak mencukupi guna memenuhi akan segala wasiat, maka hibah-hibah itu dalam keseimbangan dengan besarnya, harus dikurangi, kecuali yang mewariskan tentang hal ini, telah menetapkan ketentuan-ketentuan lain dalam surat wasiatnya.

Selain itu, dalam memberikan hibah juga harus dibuktikan dengan akta hibah di hadapan pejabat yang berwenang dimana sebelumnya dimintakan terlebih dahulu persetujuan dari ahli waris yang sah. Surat persetujuan tersebut juga harus dilegalisir oleh Notaris.

hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription