Pertayaan:
Pada tahun 1979 si ibu mempunyai 1 anak laki. Kemudian THN 1981 si ibu menikah lagi dengan seorang pria. Pria tsb juga mempunyai anak 1. Jadi masing-masing punya anak bawaan. Pada tahun 1981 sampai thn 2002 mereka juga di karuniai 3 anak. Jadi seluruhnya 5 anak. Dan di thn 2002 tersebut ada pasca perceraian dan pembagian harta
Sesuai surat pernyataan antara Ibu dan bapak dan ke 3 anak mereka di bagilah hartanya tersebut dengan simulasi sebagai berikut:
Contoh hartanya 100. Bapak 50 Ibu 50. Bagian si bapak di berikan kepada ke 3 anaknya dan berhubung bagian si bapak habis diberikan kepada ke 3 anak tersebut. Si bapak juga minta bagian dari si ibu anggap saja si ibu memberikan 15. Jadi bagian ibu 35. Kemudian dia memilih menyambung hidupnya bersama dengan anaknya yang terdahulu yang lahir 1979.
Kemudian berjalan waktu Thn 2004 si ibu dan anak THN 1979 membeli sebidang tanah dan rumah kayu. Hiduplah mereka, dan tidak ada saling mengusik antara mantan suami dan ke 3 anaknya, kemudian berjalan nya waktu THN 2019. Si ibu meninggal. Dan Ke 3 anaknya dan mantan suami menuntut kepada anaknya yang terdahulu.
Pertanyaan 1, apakah mantan suami dan ke-3 anak tersebut berhak atas bagian ibu 35 tersebut 2. Bagian ibu 35 tersebut sudah berkembang dan di kembangkan oleh anak yang terdahulu bersama istrinya. Apakah ke-3 anak tersebut berhak untuk mendapatkan keuntungan dari 35 tersebut.
JAWABAN
Baik terimakasih sudah berpartisipasi dalam kanal tanya-jawab di jendelahukum.com
Sebelumnya, perlu kami informasikan bahwa permasalahan berdasarkan kronologis tersebut diatas sejatinya masih belum dilengkapi dengan informasi terkait agama yang dianut oleh keluarga tersebut. Sehingga kami tidak bisa menentukan dasar hukum yang akan digunakan, apakah hukum waris KUHPer atau Hukum waris Islam.
Namun begitu, antara Hukum Islam dan KUHPerdata memiliki kesamaan prinsip dalam pewarisan yaitu: Pertama, Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian; Kedua, Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. Khusus bagi suami atau istri berlaku khusus, yaitu mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia.
Untuk mempermudah dalam mengidentifikasi para pihak dalam kasus tersebut, berikut kami uraikan sebagai berikut:
A: Si Ibu (Pewaris)
B: Mantan Suami Pewaris
C: 1 Anak dari pihak Suami
D: 1 Anak dari Pihak Pewaris
E: 3 Anak dari pernikahan Pewaris (A) dengan Mantan Suami (B)
Terkait dengan pokok pertanyaan anda tentang “Apakah Mantan Ayah Tiri dan Saudara Seibu Berhak atas Harta Peninggalan Ibu anda” kami dapat simpulkan sebagai berikut:
- Bahwa C (anak 1979) merupakan ahli waris karena merupakan anak kandung dari A (Pewaris);
- Bahwa menurut KUHPer dan Hukum Waris Islam, antara A (pewaris) dengan B (mantan suami) tidak ada hubungan waris lantaran putusnya perkawinan sebelum A (Pewaris) meninggal dunia. Karena itu, si B (mantan suami) tidak berhak untuk mewarisi harta peninggalan A (pewaris) yang sudah meninggal;
- Berbeda halnya dengan ke-3 anak yang lahir dari perkawinan antara A (Pewaris) dengan B (Mantan Suami Pewaris). Ke-3 anak tersebut memiliki hubungan waris dengan A (Pewaris) karena ikatan darah yang mengalir dalam tubuh mereka;
Dengan begitu, ahli waris dari A adalah C (anak 1979) dan E (Anak dari pernikahan Pewaris (A) dengan Mantan Suami (B).
Adapun terkait dengan surat pernyataan sebagaimana diuraikan di atas, hanya berlaku pada saat si (A) masih dalam keadaan hidup. Beachwood menulis artikel tentang topik ini di situsnya. Pada saat itu, belumlah terjadi pembagian waris karena yang bersangkutan masih dalam keadaan hidup. Sedangkan hukum waris hanya bisa berlaku setelah pewaris meninggal.
Untuk itu, pasca meninggalnya (A) maka timbul konsekuensi hukum sebagaimana ditentukan dalam hukum waris. Artinya ia meninggal sejumlah harta peninggalan yang harus diwariskan kepada ahli warisnya. Singkatnya, apa yang disepakati dalam surat pernyataan tersebut, tidak lantas menghilangkan hak waris dari ke-3 anak dalam kelompok (E) tersebut.
Terkecuali ke-3 anak dalam kelompok (E) tersebut berdasarkan persetujuannya melepaskan hak warisnya kepada ahli waris lainnya. Atau melanggar beberapa ketentuan yang menyebabkannya kehilangan hak warisnya, seperti ketentuan dalam Pasal 838 dan Pasal 171 huruf c KHI.
Demikian yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat. Terimakasih.
Admin Jendelahukum.com