Resensi – Buku ini hadir untuk melanjutkan misi buku terbitan sebelumnya, yakni “Green Constitution: Nuansa Hijau UUD 1945” dan telah ditambahkan dengan perkembangan-perkembangan baru dan juga perspektif sejarah yang lebih banyak. Dalam buku ini, ditambahkan mengenai pengalaman bangsa jerman dengan Konstitusi Bavaria tahun 1945 yang terkait dengan upaya membangun prinsip keseimbangan lingkungan dalam kehidupan bersama dan wadah berbangsa dan bernegara.
Konstitusi Bavaria, sebagai konstitusi tertulis salah satu negara bagian dari Republik Federan Jerman disahkan melalui referendum tanggal 1 Desember 1946 dan berlaku mulai tanggal 8 Desember 1946, yang sebenarnya merupakan konstitusi pertama yang memuat pasal-pasal eksplisit mengenai gagasan perlingdungan lingkungan hidup yang dewasa ini menjadi kesadaran umum umat manusia di seluruh dunia.
Selain itu, tentunya dalam buku ini juga ditambahkan gagasan tentang Konstitusi Biru. Gagasan Green and Blue Contitution dikaji dengan memperluas pengertian tentang konsep wilayah Negara Indonesia yang berdaulat, tidak hanya mencakup daratan dan perairan, tetapi juga wilayah udara, ruang angkasa, dan bahkan kawasan luar angkasa yang sangat penting untuk dijangkau dalam kerangka konstitusionalisme kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Dalam kehupan modern yang akrab dengan tradisi baca tulis, konstitusi yang demikian biasa dituangkan dalam bentuk tertulis dalam banyak naskah hukum seperti dalam tradisi Inggris, ataupun dalam satu kesatuan naskah hukum seperti yang dipraktikan di banyak negara yang disebut undang-undang dasar sebagai bentuk konstitusi tertulis yang terkodifikasi.
Dengan demikiran, pengertian menurut Jimly, pengertian konstitusi itu lebih luas dari pada undang-undang dasar. Konstitusi dapat berbentuk tertulis dalam satu naskah, tertulis dalam banyak naskah, ataupun tidak tertulis sama sekali, tetapi berisi nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dalam praktik kegiatan bersama dakam suatu organisasi, terutama organisasi negara (hal. 1).
Baca juga: Mahkamah Konstitusi di Tengah Perdebatan Judicial Activism dan Judicial Restraint
Dalam perspektif hukum, untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat dapat dipaksakan berlakunya dan pelaksanaannya, maka kebijakan itu selalu dituangkan dalam bentuk tertentu. Sumber hukum yang paling tinggi tidak lain ialah Konstitusi. Oleh karena itu, konstitusi dapat dikatakan sebagai wahana pelembagaan norma-norma kebijakan pemerintahan ke dalam sistem rujukan yang berlaku mengikat dan diberlakukan secara memaksa dengan derajat sebagai sumber hukum tertinggi.
Oleh karena itu, kebijakan lingkungan hidup penting dikonstitusionalisasi agar dijabarkan, dilaksanakan, dan bahkan ditegakkan dengan daya paksa kebijakan operasional, program kerja, penganggaran kegiatan, dan tindakan aksi di lapangan.
Menurut Jimly, Sejauh mengenai substansi kebijakan yang tertuang di dalamnya, maka peraturan-peraturan perundang-undangan dimaksud memuat pelbagai macam ketentuan mengenai prinsip-prinsip keseimbangan alam, konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan, dan perlindungan lingkungan hidup. Inilah yang biasa disebut sebagai ‘green policies’ (hal. 38) atau kebijakan-kebijakan hijau yang dituangan dalam bentuk perundang-undangan hijau (green legislation) dan bahkan Konstitusi Hijau (green constitution).
Menurut penulis, isu kebijakan ekonomi hijau akan terus berkembang dan menjadi pusat perhatian. Istilah-istilah seperti “green economy”, “green policy”, terus berkembang menjadi semakin populer di tengah masyarakat. Namun, bersamaan dan bahkan sesudah itu, muncul pula istilah-istilah yang dikaitkan dengan warna biru, baik dari laut maupun dari ruang angkasa serta dunia maya pada umumnya. Oleh karena itu, di masa kini dan mendatang, istilah-istilah seperti “blue policy”, “blue economy”, dan sebagainya juga akan berkembang makin luas penggunaannya dalam perbincangan populer.
Oleh karena itu, pemerintahan negara juga dituntut untuk berkembang ke arah orientasi yang tidak lagi hanya bergantung ke darat (hal. 92), melaikan harus lebih memberi perhatian ke laut dan ke kawasan perairan dengan segala potensi dan problematikanya untuk kehidupan.
Baca juga: Satu Tujuan, Seribu Jalan: Ragam Cara Penafsiran Konstitusi Indonesia
Isu mengenai tanggung jawab negara terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baru mulai disadari serta dilakukan oleh negara-negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang setelah pembangunan dunia yang menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan secara global. Salah satu permasalahan lingkungan global yang mendapat perhatian dan harus dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini adalah global warming yang menyebabkan perubahan iklim. Kemiskinan, ekonomi, pembangunan dan pertumbuhan penduduk menjadi penyebabnya. Bukan hal yang mudah untuk mengatasi apabila kepedulian untuk memperbaiki tidak segera tumbuh.
Ketentuan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dicantumkan secara tegas dalam konstitusi mengingat isu dan kepentingan mengenai lingkungan yang kritis akibat kegiatan pembangunan akan menambah parah kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan, dengan komitmen bersama antara eksekutif dan legislatif khususnya untuk bersama-sama mewujudkan perubahan konstitusi. Pengaturan dalam konstitusi ini akan dijadikan dasar bagi peraturan perundang-undangan di bawahnya sehingga seluruh ketentuan akan bersumber kepada konstitusi yang berorientasi kepada pelestarian lingkungan hidup.
Buku ini sangat layak dibaca karena ditulis oleh seorang pendekar hukum yang tulisan dan gagasannya sudah perlu diragukan lagi kesahihannya. Namun selain itu, secara substansi buku ini memberikan perspektif baru tentang muatan konstitusi bahwa dalam zaman yang terus berkembang pesat konstitusi tidak hanya harus berisi pengaturan tetang ham atau hal yang berkaitan dengan politik tapi juga harus mampu mengakomodir pengaturan mengenai lingkugan hidup yang berwawasan nusantara.