Jendelahukum.com, Law Grafis – Perjuangan sekelompok masyarakat yang menghendaki adanya evaluasi terhadap desain keserentakan pemilu melalui mekanisme judicial review akhirnya membuahkan hasil. Mahkamah Konstitusi mengiterpretasi ulang konstitusionalitas yang memperluas tafsir keserentakan pemilu melalui Putusannya Nomor 55/PUU-XVI/2019.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menawarkan enam varian pelaksanaan pemilu serentak, yaitu sebagai berikut:
1. Keserentakan Pileg dan Pileg
Desain ini merupakan desain pemilu yang tetap mempertahankan keserentakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD dalam satu waktu atau hari seperti yang terjadi pada Pemilu 2019. Ketika hari H Panitia akan menyiapkan 5 (lima) kotak suara untuk anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota
Hanya saja, pelaksanaan pemilu serempak ini juga memakan waktu panjang dan melelahkan. Buntut panjang dari hal ini adalah banyaknya korban jiwa yang berjatuhan akibat kelelahan mengurus pagelaran akbar ini. Menurut data yang dipaparkan KPU pada Pemilu serentak 2019, Petugas KPPS yang sakit berjumlah 883 orang dan yang meninggal dunia berjumlah 144 orang. Melihat paparan fakta tersebut, tentu hampir mustahil desain keserentakan pemilu ini akan tetap dipertahankan oleh pembentuk undang-undang.
2. Keserentakan Pilpres dan Pilbup/Pilwalkot, DPR, DPD, Pilgub
Hampir sama dengan desain yang pertama, yang menyediakan 5 (lima) kotak pada hari pemilihan. Hanya saja komposisinya yang berbeda. Jika desain pertama terdiri dari DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Pada desai kedua ini, kotak untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota digantikan dengan pemilihan kepala daerah, yakni pemilihan gubernur dan Bupati/Walikota.
3. Keserentakan Pilpres dan Pileg DPR, DPD, Pilgub, dan Pilbup/Pilwalkota
Desain ini merupakan desain pemilu yang menyatukan semua pelaksanaan pemilu dalam satu waktu/hari. Jika desain ini diterapkan maka akan ada 7 (tujuh) kotak pada hari pemilihan yang terdiri dari kotak suara untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Pemilihan Presiden/Wakil Presiden, Pemilihan Gubernur, dan Pemilihan Bupati/Walikota.
Jika berkaca pada pemilu serentak 2019, dengan 5 (lima) kotak saja penyelenggara pemilu begitu kelimpungan hingga banyak yang sakit dan meninggal, lalu bagaimana dengan pemilu dengan tujuh kotak?
4. Serentak dalam dua tahapan
Desain keempat ini membagi keserentakan pemilu menjadi dua tahapan yakni pertama pelaksanaan pemilu serentak nasional (Pilpres, Pemilihan anggota DPR, dan anggota DPD). Adapun yang kedua pelaksanaan pemilihan anggota legislatif (Pemilihan Gubernur, pemilihan Bupati/Walikota, pemilihan anggota DPRD Provinsi, pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota).
Banyak pengamat yang mengatakan bahwa desain yang paling pas untuk diterapkan pada pemilu 2024 mendatang. Akan tetapi lagi-lagi semuanya bergantung pada politik hukum pembentuk undang-undang dalam memilih Desain keserentakan pemilu yang akan diterapkan di Indonesia.
5. Keserentakan Dalam Tiga Tahap
Desain kelima ini membagi keserentakan pemilu menjadi tiga tahapan yakni pertama pelaksanaan pemilu serentak nasional (Pilpres, Pemilihan anggota DPR, dan anggota DPD). Adapun yang kedua pelaksanaan pemilihan tingkat provinsi (Pemilihan Gubernur dan pemilihan anggota DPRD Provinsi). Adapun yang ketiga, pelaksanaan pemilu tingkat kabupaten/kota yang terdiri dari pemilihan bupati/walikota, dan pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota).
6. Pilihan-pilihan lainya
Pilihan-pilihan lainya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.
Dari beberapa varian tersebut, Mahkamah Konstitusi menyerahkan sepenuhnya kepada pembentuk undang-undang untuk memilih desain keserentakan pemilu yang ada selama menjaga sifat keserentakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.
Semoga bermanfaat..!