Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Surat kuasa merupakan surat yang isinya menjelaskan tentang pemberian wewenang atau kuasa dari satu pihak tertentu kepada pihak lain yang diberikan kepercayaan karena si pemberi kuasa tidak dapat melaksanakan sendiri suatu pekerjaan/ tugas.
Pada umumnya, ketentuan tentang surat kuasa ini tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam Bab keenam belas, Buku III KUHPerdata. Salah satunya adalah ketentuan Pasal 1792 yang berbunyi, sebagai berikut;
“Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”.
Merujuk pada ketentuan tersebut, maka ada beberapa hal yang harus digarisbawahi, yaitu:
1. Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa
Pemberian kuasa kepada seseorang akan secara otomatis memberikan kedudukan dan kapasitas kepada pihak penerima kuasa (lasthebber) untuk menjadi wakil penuh (full power) dari pihak pemberi kuasa (lastgever). Dengan begitu, maka penerima dapat bertindak bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa terhadap pihak ketiga.
Dan setiap tindakan penerima kuasa akan serta merta mengikat diri pemberi kuasa, sepanjang tindakan penerima kuasa tidak melampaui batas kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa.
2. Pemberian kuasa bersifat konsensual
Layaknya sebuah perjanjian, pemberian kuasa harus didasarkan pada kesepakatan para pihak. Oleh karena itu, hubungan pemberian kuasa harus terdiri dari pemberi dan penerima kuasa, didasarkan atas persetujuan, dan dilakukan berdasarkan pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.
3. Berkarakter garansi-kontrak
Pemberian kuasa bersifat garansi-kontrak dalam arti bahwa kekuatan mengikat tindakan kuasa kepada prinsipal hanya terbatas pada kewenangan (volmacht) atau mandat yang diberkan oleh pemberi kuasa.
Jika pemberi kuasa bertindak melampaui batas mandat, maka tanggungjawab pemberi kuasa hanya sebatas pada tindakan yang sesuai dengan mandat yang diberikan. Adapun tindakan yang melampaui batas tersebut akan menjadi tanggung jawab kuasa.
Jenis-Jenis Kuasa
Surat kuasa terdiri dari 4 (empat) jenis, yaitu a) surat kuasa umum; b) surat kuasa khusus; c) surat kuasa istimewa; dan d) surat kuasa perantara. Masing-masing kuasa tersebut memiliki perbedaan dan kegunaan yang berbeda satu sama lain.
Apa saja perbedaan dan kegunaannya? Akan dijelaskan dalam uraian sebagai berikut;
1. Surat Kuasa Umum
Kuasa umum bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurusi kepentingan pemberi kuasa, terkait dengan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya.
Selain itu, yang perlu menjadi catatan khusus adalah bahwa surat kuasa umum tidak dapat digunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Hal ini dikarenakan menurut ketentuan Pasal 123 HIR “untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, maka penerima kuasa harus mendapatkan surat kuasa khusus.
2. Surat Kuasa Khusus
Pengertian surat kuasa khusus merujuk pada ketentuan Pasal 1795 KUHPer, yaitu kuasa yang dilakukan secara khusus mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak prinsipal.
3. Surat Kuasa Istimewa
Kebolehan memberi kuasa istimewa hanya terbatas untuk tindakan tertentu yang sangat penting. Pada prinsipnya, perbuatan hukum yang bersangkutan hanya dapat dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri. Jadi pada dasarnya pembuatan tersebut tidak dapat dilakukan oleh kuasa berdasarkan surat kuasa biasa.
Untuk menghilangkan ketidakbolehan itulah bentuk surat kuasa istimewa hadir sehinga tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang bersangkutan pribadi, dapat diwakilkan kepada kuasa. Karena itu, Menurut R. Soesilo bentuk surat kuasa istimewa harus dituangkan dalam bentuk akta otentik (akta notaris).
Kuasa istimewa hanya terbatas pada tindakan memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakkan hipotek (hak tanggungan) di atas benda tersebut; Untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga;dan Untuk mengucapkan sumpah penentu atau sumpah tambahan sesuai dengan pasal 157 HIR atau Pasal 184 RGB.
4. Surat Kuasa Perantara
Kuasa perantara atau yang biasa disebut dengan kuasa agent ini dikonstruksikan berdasarkan ketentuan pasal 1792 KUHPer dan Pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan (commercial agency), makelar, broker, factor, atau perwakilan dagang.
Dalam hal ini pemberi kuasa sebagai prinsipal memberikan perintah kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga.
Apa yang dilakukan agen akan secara langsung mengikat kepada prinsipal, sepanjang hal itu tidak bertentangan atau melampaui batas kewenangan yang diberikan.
Sekian dulu penjelasan tentang surat kuasanya. Kita lanjutkan di lain kesempatan.
Semoga bermanfaat.!
Sumber referensi
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
HIR – Herzien Inlandsch Reglement
RBG – Rechtreglement voor de Buitengewesten
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, cetakan keempat belas, Sinar Grafika, Bandung, Hlm. 1-8.