Rabu, Agustus 20, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Ini Dia, Syarat-Syarat Berpoligami Menurut Hukum Nasional

Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Pada prinsipnya, hukum perkawinan indonesia menganut prinsip monogami (satu istri). Hal ini tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami.

Hanya saja prinsip itu tidak berlaku mutlak, terutama bagi umat beragama Islam yang memungkinkan seseorang laki-laki memiliki istri lebih dari satu atau yang biasa dikenal dengan istilah “poligami”. Namun begitu, setiap orang yang ingin melakukan poligami harus mengajukan permohonan terlebih dahulu ke Pengadilan Agama sesuai dengan domisili pemohon.

Pesyaratan administratif

Seseorang yang hendak mengajukan permohonan izin poligami harus menyiapkan sejumlah berkas/dokumen sebagai persyaratan administrasi di pengadilan, yang terdiri dari sebagai berikut:

    1. Surat permohonan rangkap 4
    2. Fotocopy KTP pemohon, KTP istri pertama dan KTP calon istri
    3. Fotocopy kartu keluarga pemohon
    4. Fotocopy buku nikah pemohon
    5. Surat keterangan status calon istri dari desa, bila belum pernah menikah (bila pernah terjadi perceraian melampirkan fotocopy akta cerai)
    6. Surat keterangan penghasilan diketahui desa/instansi
    7. Surat ijin atasan bila PNS
    8. Surat pernyataan berlaku adil
    9. Surat pernyataan tidak keberatan dimadu dari istri pertama
    10. Surat pernyataan tidak keberatan dimadu dari calon istri
    11. Surat keterangan pemisahan harta kekayaan
    12. Membayar panjar biaya perkara

Jika persyaratan-persyaratan tersebut sudah lengkap, maka permohonan akan diregister oleh panitera pengadilan agama dan nantinya akan disidangkan dan diperiksa oleh majelis hakim yang ditunjuk untuk menangani perkara.

Persyaratan Izin Poligami

Seorang yang mengajukan permohonan izin poligami harus membuktikan beberapa terpenuhinya ketentuan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU Perkawinan agar dikabulkan oleh pengadilan.

Persyaratan tersebut terdiri dari 1) Persetujuan istri/istri-istri; 2) Kepastian Suami Memenuhi Kebutuhan Hidup Istri/Istri-istri; 3) Jaminan Berlaku Adil Kepada Istri Ketiga persyartan izin poligami tersebut bersifat kumulatif. Artinya pengadilan hanya akan memberikan izin poligami jika semua persyaratan tersebut dipenuhi oleh pemohon.

Untuk lebih jelasnya, pesyaratan tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Adanya Persetujuan Istri/Istri-Istri

Pada umumnya, proses persetujuan poligami oleh istri/istri-istri dituangkan dalam surat pernyataan tertulis. Namun begitu, jangan pernah berfikir bahwa surat persetujuan poligami saja akan cukup.

Sebab dalam pemeriksaan di pengadilan nantinya hakim akan memintaistri/istri-istri pemohon agar datang ke pengadilan untuk dimintai keterangan secara langsung di hadapan hakim. (Pasal 41 PP 9/1975)

Dalam hal ini, memang ada pengecualian. Seseorang dimungkinkan melakukan poligami tanpa izin istri/istri-istri dalam beberapa kondisi tertentu, yaitu;

    1. Apabila istri/istri-istrinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian;
    2. apabila istri meninggalkan suami selama 2 tahun berturut-turut tanpa kabar dan beritanya, atau;
    3. Karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.

Jika si isteri tidak mau memberikan persetujuan, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi (Pasal 59 KHI).

2. Adanya Kepastian Bahwa Suami Memenuhi Kebutuhan Hidup Istri/Istri-istri

Secara formil, syarat ini bisa dibuktikan dengan menunjukkan penghasilan/gaji dari perusahaan/kantor/kelurahan diketahui kecamatan setempat. Selain itu, harus disertakan surat kepemilikan harta bersama, baik yang berupa harta tidak bergerak maupun harta bergerak.

Tentu akan menjadi perdebatan terkait standar kemampuan seorang suami dalam memenuhi kebutuhan hidup istri/istri-istri tersebut. Untuk itu secara materil, hal ini akan dinilai berdasarkan pertimbangan dan kebijaksanaan majelis hakim yang menangani perkara.

3. Adanya Jaminan Berlaku Adil Kepada Istri/Istri-istri

Selain itu, syarat utama seorang pria untuk mempunyai isteri lebih dari satu adalah pria tersebut harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isterinya dan anak-anaknya (Pasal 55 KHI).

Bukti formil dari pemenuhan unsur ini adalah pemohon harus membuat dan menandatangani di atas materai surat pernyataan berlaku adil terhadap istri-istrinya. Adapun secara materil, akan dinilai berdasarkan pertimbangan dan kebijaksanaan hakim.

Alasan Poligami

Sampai disitu, permohonan izin poligami tidak akan serta merta dikabulkan oleh hakim. Melainkan masih ada persyaratan sebagaimana ditentukan dalam pasal atau ketentuan yang harus dipenuhi oleh pemohon agar bisa mendapatkan izin poligami dari pengadilan.

Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan jo Pasal 57 KHI, menyebutkan bahwa Pengadilan hanya akan memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu dalam beberapa keadaan, yaitu:

    1. Jika sang istri tidak bisa menjalankan kewajibannya,
    2. Istri memiliki cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan, dan;
    3. Jika istrinya tidak dapat melahirkan keturunan.

Merujuk pada Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Edisi Revisi Tahun 2011, ditentukan bahwa alasan izin poligami sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Perwakinan tersebut bersifat fakultatif. Artinya, bila salah satu syarat saja dapat dibuktikan, maka pengadilan dapat memberikan izin poligami.

Itulah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang mau melakukan poligami agar dianggap sah dan legal secara hukum. Semoga bermanfaat..

Note: artikel ini dimaksudkan untuk memberikan edukasi hukum kepada masyarakat. Tidak dimaksudkan untuk memprovokasi masyarakat untuk melakukan poligami. Hehe

 

Referensi:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Edisi Revisi Tahun 2011

hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription