Friday, December 8, 2023
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Keberlangsungan Penegak Keadilan di Era Artificial Intelligence

Perspektif – Perkembangan teknologi di era society 5.0 semakin pesat dan canggih. Ada banyak macam teknologi canggih zaman sekarang seperti internet of things (LoT) dan artificial intelligence (AI).

Pada tulisan ini akan membahas spesifik AI karena AI-lah yang paling dianggap berpengaruh terhadap keberlangsungan manusia daripada LoT. AI adalah teknologi yang memiliki kecerdasan layaknya manusia, sehingga dapat mempengaruhi cara kerja manusia (profesi), problem solving (memecahkan masalah) dan cara berkomunikasi.

Salah satu contohnya ialah mobil auto pilot seperti tesla, asisten google dan konsultan hukum AI di salah satu website hukum online. Seseorang yang terkena masalah hukum, di bidang hukum ketenagakerjaan misalnya, tidak perlu lagi pergi ke salah satu advokat, jika masalahnya bisa di uraikan dengan jelas dalam sebuah teks.

Dari macam kecanggihan teknologi, pasti terdapat sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, AI bisa mengefisiensi pekerjaan, mempercepat penyebaran informasi dan membantu akurasi dari suatu penelitian. Negatifnya, seseorang akan terlalu terbiasa dengan hal instan, tidak mau berproses panjang, dan sampai paling di takuti yaitu AI bisa menggantikan keseluruhan peran manusia.

Amerika pernah mengadakan penelitian berbentuk kompetisi antara advokat manusia dan advokat AI yang bernama LawGeex, bertanding dalam menganalisis dan mengidentifikasi kasus arbitrase hingga ganti rugi yang diberi durasi selama empat jam.

Penelitian tersebut mengahsilkan akurasi rata-rata ketepatan advokat manusia sebesar 85%, sedangkan LawwGex bisa mencapai rata-rata akurasi sebesar 94%. Kalah kecepatan serta ketangkasan analisis menjadi satu faktor profesi manusia akhirnya di gantikan oleh sistem algoritma AI.

Selain itu, hasil riset brooking institusion bahwa mulai dari tahun 2019 sampai sekarang lebih dari 36 juta orang menjadi pengangguran karena posisinya digantikan oleh teknologi, 70 keprofesian hilang digantikan AI. Pada perkembangannya, institusi negara juga berpotensi digantikan oleh AI. Seperti yang terjadi di Cina, dimana dalam kasus jual beli online dan kasus digital di adili oleh hakim Al.

Indonesia semenjak covid-19 telah menggelar sidang berbasis sistem elektronik, dimana dalam memeriksa dan mengadili perkara melalui platform online. Ini menjadi titik awal bagaimana elektronik menjadi sistem yang di pilih. Kemudian hari tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menggunakan hakim AI. Oleh sebab itu perlu dibahas secara terperinci.

Status Artificial Intelegen Dalam Hukum Indonesia

Perspektif AI dalam hukum nasional sampai saat ini belum diatur secara spesifik. Namun jika dianalisis, UU ITE (Informasi dan Teknologi) bisa mengkategorisasi AI kedalam sistem informasi elektronik. Melihat Pasal 1 angka 5 yang berbunyi “Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi Elektronik”.

Di dalamnya berisi keterkaitan pemahaman antara AI dan sistem informasi elektronik, karena AI terdapat pengolahan dan analisis data, serta penyebaran data tersebut. Perbedaannya hanya terletak pada keumuman yang dimaksud Informasi Elektronik. Jadi bisa katakana AI dapat di interpretasikan dengan sistem informasi elektronik.

Ada dua teori tentang pengkategorian subjek hukum yaitu; natural law dan positif law. Spirit dari natural law meletakkan subjek hukum harus berorientasi pada hakikat manusia itu sendiri. Sedangkan positif law menitikberatkan pada produk negara atau entitas yang diakui negara. Dalam hal ini seseorang atau entitas yang diakui oleh negara sebagai penerima hak.

Ahli hukum Indonesia, Saldi Isra menyatakan AI pada perkembangannya, AI harus diposisikan sebagai subjek hukum. Berdasar kecanggihan AI yang bisa berpikir selayaknya manusia. Menurut penulis jika dianalogikan terhadap hewan yang membuat kerusuhan, yang di sanksi adalah si pemiliki hewan, karena hewan hanya objek hukum, penanggungjawabnya tetap pemilik (manusia).

Maka dalam hal ini AI, apalagi tidak bernyawa jika terjadi pembobolan data yang bertanggung jawab adalah si pencipta atau orang yang berkuasa atas AI. Karena secanggih apapun AI tetaplah barang, bukan manusia.

Hakim di Era AI

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, hakim adalah kekuasaan yudikatif yang menempatkan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi (MK/MA) sebagai the guardian of interpretasion (benteng terakhir penafsir hukum). Maka posisi hakim MK dan MA sangat fundamental dalam suatu negara. Keduanya merupakan salah satu penyangga kekuatan negara serta penegak keadilan.

Untuk menjadi hakim, tentu bukan hal yang mudah. Selain akademis, perlu personal morality dan public morality yang teruji (integritas). Dengan adanya kecanggihan AI, integritas ini akan tergantikan oleh teknologi termasuk perbuatan yang berlebihan. Meski pada dasarnya AI dapat menganalisis kasus secara holistik, personal morality dan public morality tidak bisa di miliki oleh AI.

Menurut penulis, hakim AI yang di terapkan di Cina sulit mencapai keadilan, karena keadilan datang dari hati nurani, ia tidak bisa di kalkulasi perkiraan teknologi. Jadi bisa dikatakan fenomena hakim AI di cina adalah disrupsi hukum, dan sepantasnya manusia difungsikan. Tetapi meski begitu, fakta ini tetap harus di kaji sebagai penimbang semua kemungkinan masa depan.

Pada dasarnya, cara hukum yang mekanistik bisa dikerjakan oleh mesin. Berbeda dengan hakim yang dalam memutus perkara harus bertitik tumpu pada yuridis, sosiologis dan filosofis. Disisi yuridis bisa saja kasus yang sudah di imput dan dianalisis oleh AI menyertakan pasal-pasal yang akan di jatuhkan. Namun, disisi filosofis dan sosiologis perlu kajian sosiaal dan nurani pribadi hakim. Putusan tidak boleh hanya berpatokan pada pasal-pasal karena hanya akan menghasilan kepastian, tidak dengan keadilan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai penegak hukum dan keadilan (hakim) di era AI harus di tingkatkan dari segala sisi. Terutama paradigma pengambilan keputusan serta sistem acara pengadilan harus disesuaikan dengan teknologi. Jika tidak, sudah dipastikan manusia akan terdegradasi oleh AI.

Saran penulis, AI pada era sekarang harus di atur secara jelas dalam hukum. DPR bisa menambahkan bab khusus pada UU ITE agar perkembangan AI bisa di awasi dengan ketat. Jangan sampai perkembangan teknologi yang tujuan awalnya adalah membantu pekerjaan manusia, malah menghilangkan fungsi manusia.

Referensi

Muhammad Tan Abdul Rahman Haris, Tantimin,” Analisis Pertanggungjawaban Hukum Pidana Terhadap Pemanfaatan Artificial Intelligence dii Indonesia”. jurnal komunikasi hukum, Volume 8 Nomor 1, Februari 2022

https://kliklegal.com/kedudukan-hukum-artificial-intelligence-tantangan-dan-perdebatannya/ diakses pada sabtu 02 mei 2023

Widodo, “Disrupsi masa depan profesi hukum”. Mimbar Hukum Volume 32, Nomor 1, Februari 2020, Halaman 25.

Febri Jaya, Dkk.” Analisis Yuridis Terhadap Kedudukan Kecerdasan Buatan Atau Artificial Intelligence Sebagai Subjek Hukum Pada Hukum Positif Indonesia”, Supremasi Hukum, Volume 17 Nomor 2, Juli 2021

 

Hoirul Anam
Hoirul Anam
Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Recent Post

Related Stories

For Subcription