Jendelahukum.com, Seputar hukum – Penangkapan merupakan suatu pranata dalam hukum acara yang diberikan kepada penyidik untuk melakukan pengekangan terhadap kebebasan seseorang untuk kepentingan penyidikan dalam proses penegakan hukum.
Untuk lebih jelasnya, dalam hal ini kita harus merujuk pada ketentuan Pasal 1 Butir 20, yang menjelaskan sebagai berikut
“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang datur dalam undang-undang ini.”
Baca juga: Prosedur Penangkapan Menurut KUHAP
Dengan melihat konstruksi pasal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tindakan penangkapan harus diletakkan pada proporsi “demi untuk kepentingan pemeriksaan” dan benar-benar sangat “diperlukan sekali”.
Seorang penyidik tidak boleh melakukan penangkapan secara sewenang-wenang. Akan tetapi, harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP Bab V Bagian Kesatu, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19 telah menetapkan ketentuan tata cara tindakan penangkapan.
Alasan Penangkapan
Penyidik dalam melakukan penangkapan harus memiliki alasan-alasan yang ditentukan dalam Pasal 17 KUHAP, yang menyebutkan bahwa;
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Jika melihat konstruksi pasal 17 KUHAP tersebut maka setidaknya ada dua alasan dalam penangkapan, yaitu;
- seorang yang akan ditangkap tersebut diduga keras melakukan tindakan pidana,
- dan dugaan yang kuat itu, didasarkan pada permulaan bukti yang cukup.
Sampai di sini, mungkin ada yang mempertanyakan; apa yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup”?
Pertanyaan ini memang cukup pelik untuk dijawab, sebab KUHAP tidak memberikan penjelasan yang cukup rinci untuk mengkonstruksikan pengertian tentang “bukti permulaan yang cukup” tersebut.
Penjelasan Pasal 17 KUHAP menjelaskan bahwa “bukti permulaan yang cukup” merupakan bukti permulaan “untuk menduga” adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasat 1 butir 14.
Artikel lainnya: Hak-hak Tersangka dan Terdakwa dalam KUHAP
Adapun bunyi Pasal 1 Ayat 14 KUHAP, sebagai berikut: Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Beruntung ada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 yang memberikan tafsir terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.
Adapun Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP ialah:
- keterangan saksi;
- keterangan ahli;
- surat;
- petunjuk;
- keterangan terdakwa.
Batas Waktu Penangkapan
Berdasar ketentuan Pasal 19 ayat (1), telah ditentukan batas waktu lamanya penangkapan, tidak boleh lebih dari satu hari atau 24 jam. jika lebih dari satu hari, berarti telah terjadi pelanggaran hukum, dan dengan sendirinya penangkapan dianggap “tidak sah”. Konsekuensinya, tersangka harus “dibebaskan demi hukum”.
Baca juga: Ini dia, Jenis dan Syarat Penahanan Menurut KUHAP
Atau jika batas waktu itu dilanggar, tersangka, penasihat hukumnya, atau keluarganya dapat meminta pemeriksaan kepada Praperadilan tentang sah tidaknya penangkapan dan sekaligus dapat menuntut ganti rugi.