Resensi – Setiap negara di berbagai belahan dunia tentu memiliki corak dan kekhasan tersendiri dalam memposisikan partai politik sebagai komponen penting dalam sistem ketatanegaraannya, mengingat masing-masing negara memiliki dinamika pertumbuhan tradisi dan kultur masyarakat yang berbeda satu sama lain. Hal demikian itulah yang pada akhirnya turut pula menentukan sistem kepartaian yang dianut oleh suatu negara.
Pada umumnya, dalam suatu negara yang memiliki corak masyarakat yang cukup beragam terdiri dari banyak partai (Sistem Multi-partai) untuk mengakomodasi kepentingan dari berbagai kelompok masyarakat yang ada. Sedangkan dalam suatu negara dengan tingkat keberagaman yang rendah akan cederung memiliki partai yang lebih sedikit (Sistem Partai Tunggal atau Sistem Dwi-partai) dari pada negara dengan tingkat keberagaman yang cukup tinggi.
Dalam konteks demikian itulah, negara Indonesia menjatukan pilihan sistem kepartaian itu pada sistem multi-partai yang mengharuskan berdirinya banyak partai atau sekurang-kuranya tiga partai atau lebih agar dapat mewakili kepentingan dari berbagai kelompok masyarakat Indonesia yang sangat majemuk tersebut.
Namun meskipun demikian, jatuhnya pilihan Indonesia terhadap sistem multi-partai kerapkali mengundang kritik dari beberapa kalangan karena dianggap tidak cocok dengan sistem pemerintahan presidensil yang dianut oleh UUD 1945. Masalahnya, kombinasi antara kedua sistem tersebut berpotensi melahirkan pemerintahan minoritas (Minority Goverment) manakala Presiden terpilih tidak dapat menguasai suara mayoritas di parlemen.
![]() |
Judul : Konstitusionalitas Penyederhanaan
Partai Politik Penulis : Dr. Kuswanto, S.H., M.H., Penerbit : Setara Press Cetakan : September 2016 Tebal : xiv + 256 Halaman ISBN : 978-602-1642-92-4 |
Dalam keadaan demikian, sistem presidensil seringkali terjebak dalam pemerintahan terbelah (Divided Goverment) antara legislatif dengan eksekutif. Sehingga dalam prakteknya koalisi politik pun menjadi tak terhindarkan atau bahkan menjadi kebutuhan bagi presiden untuk menciptakan pemerintahan yang solid dan efektif.
Koalisi dalam sistem presidensil tentu tidak sesolid koalisi dalam sistem parlementer. Hal itu dikarenakan bangunan koalisi tidak dibangun berdasarkan platform dan ikatan ideologis masing-masing partai, melainkan hanya didasarkan pada kepentingan politis sesaat. Tidak heran jika kemudian dikenal istilah dalam konotasi negatif “politik dagang sapi” sebagai perumpamaan praktek koalisi yang terjadi selama ini.
Problematika di atas tentu menjadi dilematika tersendiri bagi pembangunan sistem presidensil Indonesia dengan tetap menggunakan sistem multi-partai. Oleh sebab itu, opsi penyederhanaan terhadap sistem multi-partai pun menjadi suatu kebutuhan dalam rangka menguatkan sistem pemerintahan presidensil Indonesia.
Dalam kerangka itu, Kuswanto mencoba mengulik permasalahan ini secara panjang lebar dalam sebuah buku yang berjudul “Konstitusionalitas Penyederhanaan Partai Politik; Pengaturan Penyederhanaan Partai Politik dalam Demokrasi Presidensial”.
Fenomena menjamurnya partai politik di indonesia sejatinya merupakan konsekuensi logis dari dibukanya keran kebebasan berserikat dan berkumpul dari warga negara. Keberadaan partai politik dipandang sebagai media bagi warga negara untuk menyampaikan aspirasi politiknya dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, partai politik seringkali diasumsikan sebagai penyangga tiang sebuah negara demokratis.
Akan tetapi di sisi lain, keberadaan partai politik dalam suatu negara bukanlah suatu konsepsi yang sempurna dan tanpa kekurangan. Bahkan dalam suatu kondisi tertentu keberadaan partai politik bisa menjadi bumerang yang dapat meluluhlantahkan tiang-tiang bangunan demokrasi suatu negara, manakala partai politik tersebut diisi oleh sekelompok elite yang hanya mengutamakan kepentingan sendiri atau kelompoknya saja.
Oleh karena itu, dalam buku ini penulis mencoba memberikan pandangan yang berbeda dengan mengajukan tesis bahwa sitem multi partai tidak selalu identik dengan atribut sistem pemerintahan demokratis. Namun sebaliknya penulis justru berkeyakinan bahwa orientasi menuju sistem kepartaian yang lebih sederhana akan tetap dapat dibenarkan oleh prinsip dasar sistem demokrsai.
Asumsinya adalah bahwa setiap orang akan tetap mendapatkan hak kebebasannya untuk menyampaikan aspirasi politiknya tanpa perlu berbondong-bondong mendirikan partai politik dan mengikuti pemilu.
Dalam buku ini, penulis berupaya untuk membangun satu argumen hukum yang konprehensif perihal upaya penyederhanaan partai politik dalam kerangka sistem presidensil Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), dengan tetap berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Secara garis besar, buku ini terbagi ke dalam empat bagian yang menjadi pokok pembahasan. Pertama, pembahasan tentang landasan filosofis dan prinsip-prinsip penyederhanaan sistem multi-partai dalam kerangka mewujudkan sistem pemerintahan ideal berdasarkan UUD 1945, Kedua, mengenai model pengaturan hukum penyederhanaan partai politik;
Ketiga, berbagai pengalaman empiris praktik kepartaian dalam sejarah ketatanegaraan indonesia, Keempat, langkah-langkah kongkret yang coba disarankan oleh penulis sebagai ius constituendum pengaturan penyederhanaan partai politik di Indonesia dan pengaturan pemilu legislatif dalam rangka membentuk suatu kombinasi yang ideal antara sistem presidensil Indonesia dengan tetap mempertahankan sistem multi-partai.
Selamat membaca.