Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Diskursus sejarah soal berdirinya Kementerian Agama mencuat di pasca pernyataan kontroversial Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas pada Webinar digelar RMI-PBNU Rabu (20/10/2021). Pada kesempatan itu, Yaqut menyebutkan bahwa kemenag merupakan hadiah negara untuk Nahdlatul Ulama (NU), bukan untuk umat islam secara keseluruhan.
Benarkah demikian? Simak ulasan sebagai berikut:
Mengutip dari laman https://kemenag.go.id, lahirnya Kementerian Agama memang penuh dengan lika-liku perdebatan dari para tokoh pendiri Bangsa. Diusulkan pertama kali oleh Mohammad Yamin pada 11 Juli 1945 di Sidang BPUPKI, agar Negara Indonesia nantinya membentuk suatu kementerian yang istimewa, berhubungan dengan agama dan memberi jaminan pelayanan kepada umat Islam.
“Tidak cukuplah jaminan kepada agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam sendiri. Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendirian Islam, wakaf dan masjid dan penyiaran harus diurus oleh kementerian yang istimewa, yaitu yang kita namai Kementerian Agama”.
Hanya saja, ketika itu Yamin kurang memperoleh suara dan dukungan dari anggota BPUPKI yang lain. Dari total 27 anggota BPUPKI, hanya 6 orang saja yang sepakat dengan Yamin. Lainnya menolak atau abstain. Rencana pembentukan Kementerian Agama pun kembali menemui jalan buntu.
Kegagalan serupa juga terjadi dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Yamin yang kala itu mencoba untuk kedua kalinya mengusulkan pembentukan kementerian agama lagi-lagi tidak mendapatkan dukungan suara mayoritas.
Sebagian besar peserta sidang berpendapat, keberadaan departemen yang khusus mengurusi agama dianggap belum terlalu penting. Persoalan agama masih bisa dinaungi oleh kementerian lain, seperti Kementerian Pendidikan atau Kementerian Dalam Negeri.
B.J. Boland dalam bukunya “The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1985), menyebutkan, ditolaknya pembentukan Kementerian Agama dalam susunan pemerintahan Indonesia itu telah meningkatktkan kekecewaan orang-orang Islam.
Terlebih lagi, sebelumnya juga sempat terjadi polemik antara golongan Islam dengan kelompok lain dalam perumusan dasar negara, yang bermula dari Piagam Jakarta sebelum menjadi Pancasila.
Karena itu, perjuangan pembentukan kementerian agama dilanjutkan oleh tokoh-tokoh dari kalangan islam pada sidang pleno Komite Nasional Indonesia (KNIP) yang diselenggarakan pada tanggal 25-27 November 1945. Di antaranya adalah KH Abu dardiri, KH Saleh Su’aidy, dan M. Sukoso selaku anggota KNIP dari Karesidenan Banyumas.
“Mengusulkan supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah urusan agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan saja, tapi hendaklah kementerian yang khusus dan tersendiri,” ungkap salah satu pengusul yang bernama Saleh Su’aidy, dikutip Nasar dalam buku Peringatan 10 Tahun Kementerian Agama.
Ternyata, usulan tersebut mendapat respons yang lebih baik. Mereka mendapatkan suara dari M. Natsir, Muwardi, Marzuki Mahdi, dan Kartosudarmo yang juga merupakan anggota KNIP.
Berkat perjuangan itu, akhirnya kementerian agama dibentuk oleh pemerintah melalui ketetapan No.1/S.D. pada 3 Januari 1946. Adapun yang menjabat menteri agama untuk pertama kali adalah H. M. Rasjidi dari organisasi Muhammadiyah.
Dengan begitu, jelaslah sudah latar pendirian kementerian agama tidaklah seperti yang dikemukakan oleh Menag Yaqut. Melainkan seperti yang dikemukakan oleh HM. Rasjidi bahwa berdirinya Kementerian Agama adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya.