Selasa, Juli 1, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

5 Alasan Mengapa PPHN Tidak Perlu Dihidupkan Kembali

Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Kembali bergulirnya wacana Amandemen UUD 1945 untuk memasukkan materi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) penting untuk dipertanyakan oleh khalayak umum. Pasalnya, PPHN tidak lagi relevan dengan system ketatanegaraan Indonesia saat ini.

Setidaknya ada beberapa catatan yang dapat diajukan mengapa kita tidak lagi membutuhkan PPHN atau yang dulunya disebut dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tersebut.

1. Amandemen Terbatas Tidak Rasional

Wacana amandemen terbatas pada persoalan PPHN semata adalah wacana yang tidak mungkin dapat dilakukan. Memasukkan PPHN ke dalam UUD 1945 akan secara otomatis membawa dampak terhadap tatanan sistem ketatanegaraan Indonesia yang berlaku saat ini.

Baca juga: Hamdan Zoelva Pertanyakan Urgensi PPHN dalam Wacana Amandemen UUD

Misalnya, terkait bagaimana agar PPHN dapat berlaku secara efektif, sementara pada saat yang bersamaan MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Presiden pun bukan lagi merupakan mandataris MPR sehingga tidak ada kewajiban konstitusional untuk mematuhi apa yang tertuang dalam PPHN.

Karena itu, amandemen terhadap UUD harus dilakukan secara konprehensip dan menyeluruh. Selain itu, tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan hukum berdasarkan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang ada pada saat ini.

2. Merusak Sistem Presidensil

Efektivitas PPHN hanya akan terjadi jika Presiden merupakan mandataris MPR. Sebab nantinya akan ada mekanisme sanksi jika presiden yang bersangkutan tidak mematuhi apa yang diatur dalam PPHN. Namun jika hal itu terjadi, maka konsesus penguatan system presidensil sebagaimana disepakati pada era reformasi akan berjalan mundur.

Selain itu, PPHN justru akan mengganggu titik keseimbangan dan harmonisasi ketatanegaraan. Pasalnya, presiden akan bekerja sesuai PPHN dalam sistem presidensial, merupakan praktik komando politik yang tidak proporsional.

3. Haluan Negara Tidak Harus Berbentuk GBHN

Haluan negara tidak melulu harus berbentuk PPHN yang ditetapkan oleh MPR. Terlebih lagi saat ini, sistem hukum Indonesia sudah memilik Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang dituangkan dalam undang-undang.

Oleh karena itu, persoalan keberlangsungan program pembangunan terletak pada sejauhmana ketaatan pemerintah terhadap arah pembangunan yang sudah ditetapkan dalam RPJPN tersebut.

Sebagaimana dikemukakan oleh Eks Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, kesinambungan pembangunan bukanlah persoalan hukum, tapi soal budaya konstitusi.

Sebab, ketika membahas efektivitas, norma hukum konstitusi justru bicara budaya konstitusi. Sedangkan budaya konstitusi tak melulu bicara soal konstitusional teks.

Selain itu, fakta historis menunjukkan bahwa keberlansungan program pembangunan nasional di era orde lama dan orde baru bukan dikarenakan adanya PPHN, melainkan lebih dikarenakan corak kepemimpinan pemerintah yang cenderung otoriter.

4. Tidak Mencerminkan Aspirasi Publik

Wacana menghidupkan PPHN hanya mencerminkan kepentingan elit politik semata, dan tidak sesuai dengan aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat. Terlebih di tengah merebaknya wacana penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden yang meresahkan masyarakat.

Artikel terkait: Mengenal GBHN pada Sistem Pemerintahan Presidensial

Amandemen terhadap UUD 1945, sekalipun dikatakan hanya terbatas pada PPHN, jelas akan menimbulkan kecurigaan pada benak masyarakat bahwa amandemen UUD itu hanya akan menjadi pintu bagi elit politik untuk melancarkan agenda penundaan pemilu 2024.

5. Materi Lain Yang Seharusnya Lebih Diutamakan

Ada banyak materi amandemen lain yang seharus lebih diutamakan daripada sekedar memasukkan PPHN ke dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di antaranya adalah: restrukrisasi sistem parlemen ke arah sistem bikameral yang efektif; penyempurnaan sistem presidensil; Penegasan kedudukan komisi Negara Independen dalam struktur ketatanegaraan Indonesia; Penyempurnaan materi HAM dalam UUD 1945; dan lain sebagainya.

Selain alasan-alasan tersebut tentu masih ada banyak alasan lagi yang mungkin diajukan oleh para akademisi. Bahkan mungkin juga ada yang berbeda pendapat dengan alasan yang kami ajukan. Semuanya bergantung pada perspektifnya masing-masing.

Sekian semoga bermanfaat.!

hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription