Selasa, Juli 1, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Capres Tunggal

Jendelahukum.com, Celoteh – Spekulasi munculnya Capres tunggal terus bergulir sering menguatnya koalisi parpol yang mendeklarasikan dukungannya untuk Joko Widodo pada pilpres 2019 mendatang.

Sampai saat ini, Jokowi sudah mengantongi dukungan dari lima parpol, yaitu PDI-P (dengan 19,46% kursi di DPR), partai Golkar (16,25 %), PPP (6,9 %), Partai Nasdem (6,25%), dan Partai Hanura (2,85%). Jika diakumulasikan prosentase kursi DPR yang dimiliki oleh kelima partai tersebut mencapai 51,66%.

Praktis, sampai saat ini hanya tinggal lima parpol yang belum menentukan sikap politiknya, yaitu Gerindra (13 %), Demokrat (10,89 %), PKS (7.1%), PKB (8,3%), dan PAN (8,75%). Kemungkinan munculnya capres penantang memang masih terbuka lebar.

Akan tetapi, jika ternyata beberapa parpol yang tersisa itu lebih memilih untuk merapat ke koalisi parpol pendukung Jokowi. Maka kemungkinan munculnya capres tunggal bisa saja benar-benar terjadi pada pilpres 2019.

Beberapa aturan dalam UU Pemilu

UU Pemilu sendiri sebenarnya tidak memberikan ruang terhadap terjadinya kontestansi pilpres yang diikuti oleh satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Pasal 229 ayat (2) huruf a dan b mengatur bahwa KPU harus menolak pendaftaran pasangan calon diajukan oleh gabungan dari seluruh partai politik peserta pemilu; atau pasangan calon diajukan oleh gabungan partai politik peserta pemilu yang mengakibatkan gabungan partai politik peserta pemilu lainnya tidak dapat mendaftarkan pasangan calon.

Lebih lanjut, Pasal 235 ayat (5) memberikan ancaman sanksi terhadap partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat untuk mengajukan pasangan calon, tetapi tidak mengajukan bakal pasangan calon. Tidak tanggung-tanggung terhadap partai politik yang bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya.

Namun demikian, jika kemungkinan capres tunggal itu memang tidak bisa dihindarkan sekalipun KPU telah memperpanjang jadwal pendaftaran pasangan calon selama 2 (dua) x 7 (tujuh) hari. Maka berdasarkan Pasal 235 Ayat (6) tahapan pelaksanaan pemilu tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Akan tetapi yang menjadi masalah, tidak ada ketentuan lebih lanjut dalam UU Pemilu tentang bagaimana pelaksanaan pilpres yang hanya dikuti oleh satu pasangan calon. Oleh karena itu, tidak pilihan lain selain melakukan perubahan terhadap UU Pemilu tersebut.

Entah perubahan itu dilakukan melalui proses legislasi biasa atau melalui pengeluaran perppu oleh presiden. Namun melihat dekatnya jangka waktu pelaksanaan pilpres besar kemungkinan perubahan itu dilakukan dengan perppu.

Melawan kotak kosong

Kemungkinan melawan kotak kosong menjadi jalan alternatif bagi pembentuk undang-undang jika dalam kontestasi pilpres hanya diikuti oleh satu paslon presiden dan wakil presiden saja. Hal ini mengacu pada aturan konstitusional kita secara tegas mewajibkan paslon presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

Selain itu hal ini juga dimaksudkan untuk memenuhi syarat konstitusional keterpilihan paslon presiden dan wakil presiden, yaitu bahwa paslon presiden dan wakil presiden tersebut harus mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di indonesia.

Oleh karena itu, pelaksanaan pilpres harus tetap berjalan sekalipun paslon presiden dan wakil presiden harus melawan kotak kosong.

Namun bagaimana jika paslon presiden dan wakil presiden itu ternyata kalah suara dengan kotak kosong? Sedangkan masa jabatan presiden dan wakil presiden, Jokowi-JK akan berakhir  tidak lama setelah proses pemilihan umum tahun 2019.

Aturan konstitusional kita sendiri hanya mengantisipasi terjadinya kekosongan jabatan presiden dan wakil presiden melalui lembaga triumvirat,  yaitu dengan mengangkat menteri menteri dalam negeri, menteri luar negeri, dan menteri pertahanan secara kolektif kolegial menjalankan jabatan presiden dan wakil presiden. Akan tetapi permasalahannya, masa jabatan ketiga menteri tersebut akan berakhir seiring berakhirnya masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Dalam keadaan demikian, hanya ada satu jalan yang bisa ditempuh oleh Presiden Jokowi guna menghindari kekosongan kepemimpinan negara, yakni dengan mengeluarkan dekrit presiden untuk memperpanjang masa jabatannya.

#

Kemungkinan terjadinya kontestansi dengan satu pasangan calon presiden dan wakil presiden memang jauh dari angan-angan. Akan tetapi jika hal itu benar-benar terjadi tentu hal ini menjadi lonceng kehancuran bagi negara ini.

hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription