Jendelahukum.com, Perspektif – Isu soal penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024 semakin menggaung di tengah-tengah dunia politik Indonesia. Isu ini bermula dari keinginan tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah yang menyetujui adanya pengunduran atau penundaan Pemilu 2024, mereka adalah ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar.
Alasan PKB, PAN dan Golkar untuk penundaan Pemilu 2024 adalah akibat dampak dari situasi ekonomi pandemi Covid-19, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap masih diinginkan masyarakat untuk memimpin Indonesia ke depan.
Baca juga: Amandemen Tidak Otomatis Jadikan ‘Penundaan Pemilu’ Konstitusional
Sebenarnya isu penundaan Pemilu 2024 ini memiliki relevansi dari isu politik sebelumnya, yakni wacana jabatan Presiden 3 periode. Alasannya wacana jabatan Presiden 3 periode pun sama dengan alasan penundaan Pemilu 2024, yakni akibat situasi pandemi Covid-19. Terlebih baru-baru ini wacana jabatan Presiden 3 periode juga disetujui oleh partai politik pendukung pemerintah, yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Menilik isu penundaan Pemilu 2024 dan wacana masa jabatan Presiden 3 periode dalam perspektif hukum, khususnya dalam hukum tata negara. Penundaan Pemilu 2024 dan masa jabatan Presiden 3 periode hemat penulis bertentangan dengan konstitusi Indonesia, yaitu UUD NRI Tahun 1945. Atau bertentangannya tersebut dapat disebut inkonstitusional.
Dalam UUD NRI Tahun 1945 pengaturan jabatan Presiden dan Pemilu telah diatur, dan diatur juga dalam Peraturan Perundang-undangan yang komprehensif atau terkait. Semisalnya, UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Jika isu penundaan Pemilu 2024 dan wacana masa jabatan Presiden 3 periode memiliki alasan, maka penulis juga memiliki alasan mengenai mengapa isu dan wacana tersebut inkonstitusional berdasarkan Konstitusi Indonesia, UUD NRI Tahun 1945. Yaitu sebagai berikut:
Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
Tafsir dari Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menunjukan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi, yang artinya kedaulatan dan kekuasaan negara ini ada di tangan rakyat. Penundaan Pemilu 2024 dan masa jabatan Presiden 3 periode terlihat sekali sebagai kehendak dan ego penguasa politik, mereka lupa bahwa kedaulatan dan kekuasaan negara ada di tangan rakyat bukan di tangan penguasa politik.
Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945
“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”
Dalam Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945, secara jelas menyatakan jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya lima tahun, dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama dan hanya untuk satu kali masa jabatan. Yang artinya masa jabatan Presiden hanya lima tahun, dan menjadi sepuluh tahun (2 periode) jika Presiden tersebut terpilih kembali dalam Pemilu.
Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
“Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”
Dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, terdapat frasa “Setiap lima tahun sekali”. Artinya perhelatan Pemilu berlangsung setiap lima tahun sekali terhitung dari pemilu terakhir atau sebelumnya. Untuk Pemilu terakhir pada saat ini dihelat pada tahun 2019, maka pemilu selanjutnya dihitung lima tahun ke depan yang akan dihelat pada tahun 2024.
Dengan alasan situasi perekonomian negara sedang sulit akibat dampak pandemi Covid-19 memang sulit untuk diterima. Pandemi Covid-19 seakan-akan dijadikan sebagai kambing hitam untuk melangsungkan penundaan Pemilu 2024 dan masa jabatan Presiden 3 periode, di saat yang katanya perekonomian negara sedang sulit tetapi pemerintah tetap menjalankan program pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru, padahal biaya Pemilu 2024 lebih dan kecil dari biaya pemindahan IKN.
Baca juga: Yusril Paparkan 3 Opsi Hukum Jika Pemilu 2024 Ditunda
Bukan tidak mungkin isu penundaan Pemilu dan wacana masa jabatan Presiden 3 periode akan terealisasikan pada nantinya. Mengingat, dalam hukum Peraturan Perundang-undangan mengenal adanya Amandemen dan perubahan Peraturan Perundang-undangan. Amandemen dan perubahan Peraturan Perundang-undangan adalah cara untuk penguasa politik merealisasikan isu dan wacana tersebut.
Dalam UUD NRI Tahun 1945, pengaturan Amandemen diatur dalam Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945. Mengingat situasi politik saat ini, Amandemen UUD NRI Tahun 1945 amat mungkin sangat terjadi. Usul Amandemen dilakukan oleh MPR, anggota MPR saat ini diisi simpatisan dan Partai Politik pendukung Pemerintah Jokowi.
Yang artinya, isu penunandaan Pemilu dan wacana masa jabatan Presiden 3 periode bukan tidak mungkin akan terjadi, dengan cara melakukan amandemen UUD NRI Tahun 1945 dan Perubahan Peraturan Perundang-undangan yang terkait.
Masa jabatan Presiden dan waktu Pemilu adalah bagian dari amanat Konstitusi yang tercantum dalam Pasal 7 dan Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Konstitusi sendiri merupakan hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.
Bila penundaan Pemilu 2024 dan masa jabatan Presiden 3 periode ini terealisasikan pada nantinya, maka negara telah gagal menjalankan amanat Konstitusi, dan ironinya yang menjadikan gagal tersebut adalah unsur dari negara itu sendiri, yaitu Pemerintah. Dan akhirnya, sungguh ironi ego dan khendak penguasa politik negara ini.