Selasa, Agustus 19, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Mengenal Aliran Hukum Positif

Jendelahukum.com, Perspektif – Pertanyaan seputar karakter sebuah hukum pada dasarnya sederhana. Meskipun adakalanya menghadirkan berbagai argumentasi untuk menjadikannya topik perdebatan yang menggugah pikiran. Salah satunya adalah soal karakteristik hukum yang dikembangkan oleh aliran hukum positif atau positivisme hukum.

Positivisme hukum merupakan salah satu aliran dalam filsafat hukum yang dikembangkan oleh beberapa sarjana hukum seperti, Jeremy Bentham dan John Austin pada abad ke-18 dan ke-19. Hingga sekarang, positivisme hukum diakui sebagai arus besar dalam pemikiran filsafat hukum yang mempengaruhi sistem hukum di berbagai negara.

Perspektif lainnya: Positivisme Hukum dan Positivisme Logis

Tulisan ini bertujuan sebagai sebuah pengantar singkat tentang konsep hukum dalam pandangan positivisme hukum, serta beberapa kritik yang menyertai perjalanannya.

Positivisme Hukum

Positivisme hukum merupakan salah satu aliran dalam filsafat hukum yang dikembangkan oleh beberapa sarjana hukum seperti, Jeremy Bentham dan John Austin pada abad ke-18 dan ke-19. Hingga sekarang, positivisme hukum diakui sebagai arus besar dalam pemikiran filsafat hukum yang mempengaruhi sistem hukum di berbagai negara.

Apa yang menyebabkan positivisme hukum begitu digandrungi sangatlah berkaitan dengan keberhasilannya dalam memberikan kepastian dan efektifitas lebih baik dari pada konsepsi hukum lainnya. Sekalipun di saat yang bersamaan ia pun mengandung beberapa kelemahan karena hanya terpaku pada konstruksi peraturan yang dibuat oleh penguasa.

Positivisme hukum pada intinya memegang gagasan utama bahwa hukum diberlakukan sebagai pernyataan otoritatif tentang bagaimana masyarakat harus berperilaku. Aliran ini menolak konsep hubungan apa pun dengan moralitas, dan menunjukkan bahwa tidak ada ruang untuk pertimbangan subjektif hukum.

Hakikat hukum terletak pada unsur perintah. Sebagaimana dijelaskan oleb Austin, hukum sebagai suatu sistem bersifat tetap, logis dan tertutup. Hukum adalah perintah yang mewajibkan seseorang atau beberapa orang. Menurut Austin hukum dan perintah lainnya berjalan dari atasan (superior) dan mengikat atau mewajibkan bawahan (inferior).

Seputar Hukum: Menangani Litigasi Internasional

Pihak superior yang menentukan apa yang diperbolehkan dan kekuasaan superior memaksa orang lain untuk mentaatinya. Superior mampu memberlakukan hukum dengan otoritas yang dimilikinya. Karena itu, ada pemisahan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, antara das sein dan das sollen).

Ciri lain dari gerakan positivis adalah bahwa alih-alih dipandu oleh pertimbangan moral, hukum dapat digunakan dalam keadaan tertentu untuk menentukan apa yang benar dan apa yang salah, berdasarkan statusnya sesuai dengan atau melawan hukum. Sebagaimana ditegaskan oleh Hans Kelsen, bahwa hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan isi (materia).

Keberadaan hukum tidak memberikan ruang negosiasi bagi moralitas. Konsekuensinya, hukum bisa saja tidak adil. Karena keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum. Namun begitu, bagi aliran hukum positif, hukum tetaplah hukum karena ia dikeluarkan oleh penguasa yang memiliki otoritas untuk memaksa seseorang mentaatinya.

Kritik terhadap Positivisme Hukum

Dibandingkan dengan teori hukum lainnya, positivisme hukum telah mendapatkan apresiasi dan dukungan di seluruh dunia, sehingga menjadikannya salah satu pertimbangan yang paling menonjol dari sifat hukum.

Namun begitu, hal ini menyebabkan masalah yang telah menjadi dasar dari banyak counter argument secara akademis terkait hal tersebut. Salah satu kritik datang dari para sarjana Jerman yang menganggap positivisme telah memberikan ruang bagi lahirnya tirani dan ekstremisme dalam politik arus utama.

Dikatakan bahwa konsep umum menerima dan menegakkan hukum berdasarkan statusnya memungkinkan hukum yang tidak adil menegakkan prasangka dan diskriminasi, menghormati berdasarkan pemberlakuannya, menempatkan kepercayaan yang tidak dapat diganggu gugat pada legislatif.

Baca juga: Teori Sistem Hukum Ala M.Friedman

Selain itu, kritik terhadap positivisme juga muncul dari HLA Hart, seorang filsuf hukum internasional terkemuka, dengan pertimbangan secara liguistik. Menurut Hart, hukum positif jauh dari sifat tetap, karena alasan sederhana bahwa bahasa tidak tetap. Karena itu, hukum positif akan selalu tertinggal dari masa ke masa.

Misalnya, skenario terkenal yang ditawarkan untuk poin ini adalah tanda di taman lokal yang menyatakan ‘tidak boleh ada kendaraan’. Ini sama sekali bukan pernyataan hukum yang tetap dan definitif, karena ‘kendaraan’ dapat diartikan dalam berbagai hal.

Untuk sebagian besar akan cukup jelas apa yang termasuk dalam ruang lingkup – tidak ada mobil, van, truk, atau kereta api yang diizinkan. Tapi bagaimana dengan skateboard? Sepeda? Apakah ini termasuk dalam definisi kendaraan? Tidak ada cara untuk mengetahui dari teks secara tepat apa yang dimaksudkan oleh hukum, sehingga positivisme dalam arti sempit ini cacat.

Sebaliknya, diperlukan pendekatan yang lebih canggih, yang memungkinkan undang-undang dibaca dengan pertimbangan pragmatis dan kebijakan. Hal ini membuat positivisme lebih cocok sebagai sebuah konsep, dan memperkuat validitasnya di jantung filsafat hukum. Akan tetapi dalam tataran praktek rentan terhadap permasalahan utamanya berkaitan dengan rasa keadilan.

Pada akhirnya Positivisme hanyalah satu dari serangkaian teori hukum arus utama yang memenuhi persyaratan rasional dan logis dari akademisi dan praktisi. Kecanggihan intelektualnya membedakannya dari teori hukum kodrat yang lebih mendasar, meskipun sama sekali bukan seperangkat keyakinan yang benar-benar definitif.

Referensi
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hans Kelsen. 2007. General Theory of Law and State. Terjemahan Somardi. Jakarta: Bee Media Indonesia
Frans Magnis Suseno. 1998. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Praktisi hukum dan Peneliti di Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi.

Recent Post

Related Stories

For Subcription