Sabtu, Agustus 23, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Yuk, Pahami Istilah-istilah Pengujian Norma, Jangan Sampai Ketuker

Jendelahukum.com, Seputar Hukum – Hukum itu tersusun secara hierarkis yang menentukan derajatnya masing-masing dan mengandung konsekuensi jika bertentangan satu sama lain. salah satunya adalah jika ada aturan hukum yang bertentangan satu sama lain, maka yang harus dimenangkan adalah peraturan yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, untuk memastikan terjadinya pertentangan norma tersebut harus dilakukan pengujian terhadap norma yang bersangkutan, apakah benar ia bertentangan dengan peraturan di atasnya atau tidak (norm control mechanism.).

Baca juga: Status dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Hak untuk menguji sendiri dikenal dengan istilah Toetsingsrecth (Belanda). Hak untuk menguji terbagi menjadi dua macam, yaitu pengujian materil (Materiele Toetsingsrecth) dan pengujian formil (Formele Toetsingsrecth).

Pengujian materil dilakukan terhadap materi terkandung dalam suatu aturan. apakah bertentangan atau tidak dengan peraturan yang secara hierarki lebih tinggi derajatnya.[1]

Sedangkan pengujian formil dilakukan dalam rangka menilai apakah suatu aturan dibentuk berdasarkan prosedur dan cara-cara yang telah diatur atau ditentukan yang berlaku atau tidak.

Namun penting untuk dipahami, bahwa selain pengujian materil dan pengujian formil tersebut ada banyak lagi istilah-istilah yang dilekatkan terhadap mekanisme pengujian norma. Seperti judicial review, a posteriori review, dan lain sebagainya. Mari kita bahas istilah-istilah itu satu persatu.

Judicial Review, Legislatif Review, dan Eksekutif Review

Pengujian terhadap norma dapat dilakukan melalui mekanisme peradilan (justisial) ataupun mekanisme non-justisia. Sekalipun umumnya dipahami bahwa lembaga yang berwenang melakukan pengujian norma adalah lembaga peradilan, akan tetapi adakalanya pengujian itu juga dilakukan oleh lembaga legislative dan eksekutif.

Masing-masing pengujian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut memiliki sebutan yang berbeda satu sama lain, tergantung kepada lembaga apa kewenangan toetsingsrecth atau hak menguji itu itu diberikan.

Baca juga: Mengenal Macam-Macam Penafsiran Konstitusi

Jika proses pengujiannya dilakukan oleh lembaga peradilan, maka pengujian itu disebut sebagai judicial review. Namun jika pengujian itu dilakukan oleh lembaga legislatif, maka pengujian itu disebut sebagai legislative review atau political review.

Sedangkan jika hak menguji itu diberikan kepada pemerintah, maka pengujian semacam itu disebut sebagai executive review, bukan judicial review ataupun legislative review.[2]

Namun dalam perkembangannya, praktek di berbagai negara di dunia lebih cenderung mengadopsi konsep judicial review sebagai mekanisme kontrol terhadap norma hukum yang berlaku dalam suatu negara.

Judicial Review dan Judicial Preview

Dalam konsep pengujian undang-undang (Toetsingsrecth), khususnya berkaitan dengan pengujian yang dilakukan oleh kekuasaan kehakiman, dapat pula dibedakan antara istilah judicial review dan judicial preview.

Jika pengujian itu dilakukan terhadap norma hukum abstrak dan umum (general and abstract norms) secara “a posteriori” atau setelah norma itu sudah sah sebagai undang-undang, maka pengujian itu disebut dengan judicial review.

Akan tetapi, jika pengujian itu dilakukan secara “a priori”, yakni terhadap rancangan undang-undang yang telah disahkan oleh parlemen, tetapi belum diundangkan sebagaimana mestinya, maka pengujian itu disebut sebagai judicial preview atau a priori abstract review.[3]

Legal Review dan Constitusional Review

Selain itu, juga tidak kalah pentingnya untuk diketahui bahwa istilah judicial review juga harus dibedakan dengan constitutional review yang dalam kehidupan sehari-hari seringkali dipersamakan satu sama lain. Hal ini dikerenakan dalam tataran teoritis, antara judicial review dan constitutional review memiliki ruang lingkup pengertian yang berbeda.

Suatu mekanisme pengujian hanya akan disebut sebagai constitutional review, jika yang dijadikan batu uji adalah konstitusi. Tapi di sisi lain, jika kewenangan constitutional review dilekatkan pada lembaga peradilan, maka kewenangan itu dapat pula disebut sebagai judicial review.[4]

Baca juga: Implikasi Putusan MK Atas Pengujian Formil Undang-Undang

Demikian pula antara constitusional review dan Legal Review (pengujian legalitas). Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, Mahkamah Konstitusi melakukan constitutional review karena menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, sedangkan Mahkamah Agung melakukan legal review karena menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

Oleh karena itu, tepatlah jika kewenangan Mahkamah Agung dikatakan sebagai judicial review on the legality of regulation, sedangkan Mahkamah Konstitusi disebut sebagai judicial review on the constitutionality of legislative law or legislation.[5]

Ditinjau dari segi obyek pengujian, dapat dikatakan bahwa judicial review lebih luas daripada constitutional review karena obyek yang diujinya tidak hanya terbatas pada konstitusionalitas undang-undang saja, tetapi mencangkup legalitas seluruh peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

Akan tetapi, jika ditinjau dari segi subyek, judicial review dapat pula mencangkup pengertian yang lebih sempit karena hanya terbatas pada pengujian yang dilakukan oleh lembaga pengadilan saja.

Sebaliknya, constitusional review dapat dilakukan oleh lembaga manapun, baik lembaga judicial maupun lembaga non-judicial, tergantung pada kebijakan politik yang diambil oleh negara yang bersangkutan.[6]

Sampai disini pahamkan perbedaan istilah-istilah pengujian norma dalam dunia teori? Hehe. Semoga tulisan ini bermanfaat. Jangan lupa dishare ya.

Referensi

[1] Sri Soemantri, Hak Menguji Material di Indonesia, cetakan keempat, Penerbit Alumni, Bandung, 1986,  hlm. 5-6.

[2] Ibid., hlm. 2-3.

[3] Jimly As-shiddiqie, Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Cetakan Pertama, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2010., hlm. 6

[4] Ibid., hlm.7.

[5] Jimly Asshiddiqie, Model-model Pengujian…., op.cit., hlm. 6

[6] Ibid., hlm. 4.

hallojendela
hallojendelahttps://www.jendelahukum.com/
Melihat hukum dari berbagai perspektif

Recent Post

Related Stories

For Subcription