Kamis, Agustus 21, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Judicial Preview Terhadap Hasil Ratifikasi Perjanjian International

Jendelahukum.com, Perspektif – Pesatnya arus globalisasi yang melanda dunia dewasa ini telah membawa dampak yang cukup signifikan terhadap eksistensi hukum perjanjian internasional sebagai instrumen utama dalam hukum internasional. Hal ini ditandai dengan munculnya subyek-subyek baru non-negara disertai dengan meningkatnya interaksi yang intensif antara subyek-subyek baru tersebut.

Begitupun Indonesia sebagai salah satu subyek dan bagian dari mayarakat internasional mengalami fenomena ini dalam melakukan hubungan internasional Interaksi ini tentu akan mengakibatkan pada semakin meningkatkannya persentuhan-persentuhan hukum antara Indonesia dengan negara-negara maupun subyek hukum internasional lainnya.

Baca lainnya: “Sabda” MK Soal Uji Formil Undang-Undang

Bahkan dalam tingkat tertentu akan menimbulkan tumpang tindih antar hukum internasional termasuk perjanjian internasional dengan hukum nasional Indonesia, tak terkecuali Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan norma dasar negara Indonesia.

Sementara itu, mekanisme yang dapat dijadikan proteksi untuk melindungi kepentingan nasional, terutama aspek konstitusional, sangat bergantung pada makanisme Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi, yang di sisi lain masih berpotensi menimbulkan masalah yang multi-dimensional bagi Indonesia dalam kehidupan dunia internasional.

Putusan Mahkamah Konstitusi tidak serta merta akan memutuskan keterikatan Indonesia terhadap suatu perjanjian internasional. Oleh karena itu, maka sudah seharusnya terjadi perbaikan-perbaikan sistem dengan menyediakan suatu mekanisme pengujian pra-perjanjian internasional diratifikasi, atau yang biasa disebut dengan mekanisme Judicial Preview.

Judicial Preview Terhadap Hasil Ratifikasi Perjanjian Internasional

Menurut Jimly Asshiddiqie Judicial Preview merupakan suatu mekanisme pengujian secara a priori terhadap undang-undang, artinya pengujian tersebut dilakukan pada saat undang-undang itu masih berbentuk rancangan undang-undang dan belum disahkan menjadi undang-undang.

Kemudian jika dianalogikan terhadap perjanjian internasional, maka pengujian itu dilakukan pada saat dilakukannya prosedur ratifikasi (prosedur internal) terhadap perjanjian internasional, yakni setelah DPR memutuskan persetujuannya terhadap perjanjian internasional yang akan diratifikasi oleh pemerintah.

Hal ini dimaksudkan agar supaya terjadi verifikasi konstitusionalitas terhadap perjanjian internasional yang akan diratifikasi, sehingga nantinya dapat dipastikan bahwa perjanjian internasional yang diratifikasi oleh Indonesia tidak akan bertentangan dengan UUD 1945.

Baca juga: Eksistensi Peraturan Desa

Sebagai bahan perbandingan, di negara Perancis, Dewan Konstitusi (Constitutional Council) berwenang melakukan pengujian secara a priori terhadap rancangan undang-undang dan ratifikasi terhadap perjanjian internasional berdasarkan permintaan Presiden, Perdana Menteri, atau ketua dari masing-masing majelis/kamar dalam Parlemen, atau 60 anggota dari masing-masing majelis/kamar dalam Parlemen.

Jika Perjanjian internasional tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasarnya, maka ratifikasi atau persetujuannya tidak dapat dilakukan kecuali terjadi perubahan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, dalam sistem ketatanegaraan Perancis, Dewan Konstitusi turut ambil peran dalam proses ratifikasi terhadap perjanjian internasional.

Pada dasarnya, diakomodirnya mekanisme ratifikasi dalam hukum perjanjian internasional dimaksudkan untuk agar supaya terdapat ruang bagi negara yang bersangkutan untuk mempertimbangkan segala aspek dan dampak yang mungkin ditimbulkan dari diratifikasinya suatu perjanjian internasional.

Namun mekanisme ini cenderung hanya digunakan untuk menilai suatu perjanjian internasional dari aspek politik saja. Dan kalaupun DPR melakukan penilaian perihal konstitusionalitas perjanjian internasional maka itu bukan merupakan penilaian mutlak yang bisa dijadikan tolak ukur karena tidak memiliki otoritas untuk menafsirkan Undang-Undang Dasar.

Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, Mahkamah Konstitusi merupakan satu-satunya lembaga yang didaulat sebagai penafsir tunggal konstitusi (The Sole Intepreter of Constitution), oleh karenanya tepat kiranya jika sebelum peratifikasian perjanjian internasional itu Mahkamah Konstitusi diikutsertakan untuk memberi pendapat perihal konstitusionalitas suatu perjanjian internasional.

Sehingga kehadiran mekanisme hukum berupa pengujian sebelum suatu perjanjian itu diratifikasi dan disahkan adalah suatu langkah preventif agar hasil ratifikasi perjanjian internasional tidak bersifat inkonstitusional serta merugikan hak konstitusional warga negara.

Baca juga: DPR dan Momok UU ITE

Dalam melakukan Judicial Preview, Mahkamah Konstitusi dapat melakukan pengujian baik secara formil maupun materil. Pengujian secara materil dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam hal yang dipermasalahkan adalah materi perjanjian internasional.

Sehingga jika ada materi perjanjian internasional yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka pemerintah berkewajiban untuk melakukan reservasi atau melakukan pengecualian terhadap materi yang dimaksud jika ingin tetap melanjutkan proses ratifikasi.

Sedangkan secara formil, Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian terhadap prosedur pembuatan perjanjian internasional, apakah dalam membuat perjanjian internasional, pemerintah sudah melakukan sebagimana dipersyaratkan oleh konstitusi atau tidak, jika tidak memenuhi persyaratan maka Mahkamah Konstitusi mewajibkan pemerintah untuk tidak meratifikasi perjanjian internasional yang dimaksud. Kecuali setelah dipenuhinya prosedur konstitusional bagi pemeritah untuk membuat perjanjian internasional tersebut.

Jalan Alternatif Sementara

Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 secara jelas merumuskan kewenangan Mahkamah Konstitusi secara limitatif meliputi empat kewenangan, yaitu: (1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, (2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, (3) Memutus pembubaran partai politik, dan (4) Memutus perselisihan hasil sengketa pemilihan umum.

Selanjutnya, Pasal 24C menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi berkewajiban memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut Undang-Undang Dasar. Perumusan secara limitatif ini mengandung konsekuensi hukum bahwa tidak dibenarkan terjadi penambahan terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi secara formal, selain melalui Amandemen UUD 1945.

Begitu pula, secara formal tidak mungkin untuk menambahkan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan Judicial Preview terhadap hasil ratifikasi perjanjian internasional. Sedangkan untuk melakukan perubahan pasal-pasal UUD 1945 bukan hanya tidak mudah secara politis tetapi juga secara procedural.

Memang dalam perjalanannya Mahkamah Konstitusi sempat mengalami perluasan kewenangan tanpa melalui perubahan formal Undang-Undang Dasar, seperti kewenangan untuk menangani sengketa hasil pemilukada, yang sebenarnya bukan bagian dari obyek kewenangan Mahkamah Konstitusi.

Akan tetapi kewenangan itu kemudian dibatalkan sendiri oleh Mahkamah Konstitusi karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, diperlukan langkah kreatif pembentuk undang-undang untuk mengikutsertakan Mahkamah Konstitusi dalam upaya mengantisipasi terjadinya pertentangan norma antara perjanjian internasional dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Baca juga: Status dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Menurut penulis, untuk mengikutsertakan peran Mahkamah Konstitusi dalam pembuatan perjanjian internasional tanpa harus melakukan perubahan UUD 1945, dapat dilakukan dengan membuat aturan baru dalam tataran undang-undang yang menentukan bahwa setelah dituangkannya persetujuan DPR dalam undang-undang.

Selanjutnya undang-undang pengesahan perjanjian tersebut harus diujikan kepada Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan putusan perihal konstitusionalitas perjanjian internasional tersebut. Baru setelah dilakukannya verifikasi konstitusionalitas oleh Mahkamah Konstitusi, undang-undang pengesahan perjanjian internasional tersebut ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan piagam pengesahan ratifikasi perjanjian internasional.

Anzilotti secara jelas menyatakan bahwa ada perbedaan mendasar antara hukum nasional dan hukum internasional. Bagi Anzilotti mengikatnya hukum nasional didasarkan pada prinsip bahwa aturan negara (state legislation) harus dipatuhi.

Hal ini berkaitan dengan kedaulatan (internal) negara untuk memberikan aturan yang mengikat setiap warga negaranya. Sedangkan perjanjian internasional mendasarkan diri pada prinsip bahwa suatu perjanjian antar negara harus dihormati berdasarkan prinsip pacta sunt servanda.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pandangan hukum internasional, perjanjian internasional berlaku mengikat karena perjanjian itu sendiri bukan karena UU yang mengesahkannya. Sehingga ketika UU pengesahan itu disetujui dan diundangkan, perjanjian internasional masih belum berlaku mengikat bagi indonesia dalam dunia internasional.

Pada titik inilah Mahkamah Konstitusi memainkan perannya sebagai The guardian of constitution yang mengantisipasi terlanggarnya norma konstitusi baik dari norma internal dan eksternal yang tidak mencerminkan jati dari bangsa Indonesia.Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi tidak mengalami penambahan kewenangan karena masih tetap dalam koridor pengujian undang-undang.

Dengan begitu hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi Mahkamah Konstitusi untuk turut ikut andil dalam pembuatan perjanjian internasional, terutama memberikan penilaian terhadap konstitusionalitas suatu perjanjian tersebut. Sekaligus sebagai upaya memaksimalkan proteksi melindungi kepentingan nasional dari persoalan-persoalan yang mungkin timbul sebagai akibat dari diratifikasinya suatu perjanjian internasional.

Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Praktisi hukum dan Peneliti di Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi.

Recent Post

Related Stories

For Subcription