Jendelahukum, Perspektif – Barangkali ada yang bertanya-tanya tentang siapakah sosok wanita berpakaian ala Yunani kuno, dengan mata yang tertutup kain hitam seraya memegang alat penimbang pada tangan kirinya dan sebilah pedang pada tangan kanannya. Para akademisi maupun praktisi hukum tentu tidak asing lagi dengan sosok ini. Souvenirnya seringkali menghiasi ruang kerja para advokat. Sosoknya pun seringkali dijadikan logo dalam beberapa kegiatan yang berkaitan dengan hukum.
Akan tetapi, tidak asing bukan berarti mengenal. Saya termasuk orang yang yakin bahwa masih banyak dari orang-orang yang menggeluti hukum tidak akan serta merta mengenal siapa sosok tersebut. Karena memang hampir tidak pernah menarik perhatian apalagi dibahas dalam sebuah diskusi di kelas. Hanya sebagian saja orang mengenalnya, itupun berangkat dari rasa penasaran yang muncul dengan sendirinya.
Baca Juga: Nullum Delictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali
Jika anda termasuk yang belum mengenal dan penasaran dengan sosok tersebut, maka di sini saya akan memperkenalkannya, dia adalah Dewi Themis!
Asal Muasal Dewi Themis
Pengetahuan tentang Dewi Themis memang bukan merupakan suatu hal yang wajib dalam dunia ilmu hukum, karena memang tidak berangkat dari kajian akademis, melainkan hanya sebuah dogma yang berasal dari sepenggal kisah dalam karya Homer yang berjudul “Illiad” yang kemudian menjadimuara munculnya mitologi Yunani.
Menurut Mitologi Yunani, Dewi Themis (bahasa Yunani: Θέμις) merupakan salah satu buah hati dari 6 putra dan 6 putri dari pasangan Dewa Ouranos (dewa langit) dan Dewi Gaia(dewa bumi). Kesebelas saudara-saudari themis masing-masing bernama: Oceanus, Thetys, Hyperion, Theia, Coeus, Phoebe, Cronus, Rhea, Mnemosyne, Crius, Iapetus dan tentu saja Themis. Sebagai anak dari ouranos-gaia mereka merupakan ras yang memiliki kekuasaan mengatur dunia.
Baca juga: Filsafat Hukum Menurut Para Ahli
Dalam beberapa literature, dikatakan bahwa themis adalah salah satu dewi yang turut berperan dalam pembangunan Oracle Delphi. Banyak penganut Noe-Pagan, terutama Helenistic Noepagan, yang menganggap themis sebagai dewi keadilan.
Tidak hanya itu, banyak sekte yang percaya bahwa themis berperan dalam menentukan kehidupan setelah kematian. Ia membawa seperangkat timbangan untuk menimbang kebaikan dan keburukan seseorang, hingga kemudian juga memberikan masukan terakhir sebelum nasib sang jiwa tersebut ditentukan oleh Hades.
Dalam perkembangan selanjutnya, dogma Dewi Themis sebagai simbol keadilan merebak ke seluruh penjuru dunia. Begitupun di indonesia, oleh karena itu tidak heran jika para jago-jago hukum di negeri ini banyak yang mengoleksinya sebagai pajangan di meja kerjanya. Konon, Bagir Manan, Adnan Buyung Nasution, Humphrey Djemat, Otto Hasibuan, dan masih banyak tokoh hukum lainnya yang memiliki Souvernir Dewi Themis ini.
Di berbagai negara, dewi themis diakui sebagai simbol keadilan. Di Perancis misalnya, gambar dewi themis terpampang persis di lembar pertama Kodifikasi Hukum Perdata Napoleon. Begitu pula di Amerika, sejak tahun 1890, Themis bahkan sudah menjadi bagian dari second county courthouse. Themis sengaja dibuat dari seng yang disepuh. Dia berdiri diatas ketinggian 172 kaki dari jalan raya di negara adidaya itu.
Pandangan Lain
Sekalipun diakui dibanyak negara, ada juga yang mempertanyakan pandangan yang mengakui dewi themis sebagai simbol keadilan. Tentu saja pertanyaan itu didasarkan pada kisah-kisah yang terdapat dalam mitologi Yunani. Irawan Santoso merupakan salah seorang yang menjelaskan bahwa tidak ada keterangan yang jelas perihal peran atau lakon Themis dalam kisah mitologi Yunani yang bisa dikaitkan dengan keadilan.
Beberapa kisah malah menunjukkan ketidakberdayaan themis dalam menghadapi kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para titan lainnya, seperti peristiwa Titanomakhia yang diakhiri dengan keberhasilan Zeus dalam mengkudeta Cronus, yang notabene adalah saudara kandung Themis.
Baca juga: Immanuel Kant; Hukum dan Moral
Padahal dikisahkan bahwa terjadinya proses kudeta itu sangat berdarah karena melibatkan pertarungan ayah dan anak dengan lagam kekerasan. Dalam melakukan pemberontakan, Zeus tak berjalan sendiri. Dia dibantu dua pamannya, Promotheus (dewa pencipta makhluk hidup) dan Oceanus (Dewa sungai), yang tidak lain juga merupakan saudara Themis.
Selain itu, pasca keberhasilan Zeus menjadi penguasa yang bertahta di gunung Olympus. Themis pun seolah bungkam terhadap prilaku Zeus yang memiliki temperamen tinggi. Tak jarang Zeus melemparkan kilat terhadap makhluk-makhluk yang membuanya kesal dan emosi.
Bahkan Themis pun diam seribu bahasa ketika dijadikan istri yang kesekian oleh Zeus. Tak ada epos yang berkisah Themis berontak atas kegemaran Zeus memperistrikan beberapa titan dan manusia. Themis seolah tak berdaya untuk memperjuangkan naluri keperempuanannya. Oleh sebab itulah, Themis dinilai tidak menggambarkan sosok pejuang bagi kalangannya.
Terlepas dari itu, keadaan indonesia sepertinya lebih mengamini pendapat ini. Nyatanya keadilan menjadi barang langka di negeri ini. Themis sepertinya memang tidak segarang yang dipersepsikan. Matanya tertutup bukan karena tidak mau tebang pilih, melainkan melambangkan kebutaan terhadap ketertindasan rakyat kecil dari kesewenang-wenangan sang penguasa.
Keadilan memang rumit dan susah untuk dijelaskan. Saya sendiri curiga; jangan-jangan karena disimbolkan dengan sosok perempuan, keadilan itu menjadi membingungkan dan sulit untuk diterka? Bisa jadi.