Selasa, Agustus 19, 2025
Indonesia
6,813,429
Total confirmed cases
Updated on September 27, 2023 3:55 am

Urgensi Restrukturisasi Partai Politik di Indonesia

Tidak ada demokrasi tanpa politik, dan tidak ada politik tanpa partai.

Clinton rossiter

Jendelahukum.com – Memang agaknya sulit bagi kita untuk membayangkan demokrasi tanpa adanya partai politik. Apa yang dikatakan oleh Clinton Rossiter di atas setidaknya mencerminkan pentingya eksistensi partai dalam sebuah negara demokrasi.

Sayangnya, citra partai politik di Indonesia sejauh ini masih jauh dari kata ideal. Alih-alih menjalankan fungsi sebagai organ yang mengorganisir aspirasi rakyat, partai politik malah semakin menjelma sebagai wadah bagi oligarki untuk memuluskan kepentingan kelompoknya.

Gejala demikian memang sudah sejak awal diprediksikan oleh Aristoteles. Dikatakan bahwa demokrasi sangat mungkin diperalat oleh para demagog (oportunis) hingga akhirnya terdistraksi menjadi oligarki, bahkan tirani.

Oleh karena itu, diperlukan upaya pembaharuan terhadap sistem partai politik yang mendesak dilakukan adalah sebagai berikut.

Paradigma Partai Politik Bertanggung Jawab

Buruknya tata kelola partai politik mengakibatkan sistem pemerintahan demokrasi hanya berada dalam kisaran politik koruptif, pelanggeng ketimpangan sosial, dan penggerus nilai-nilai kejujuran dan keseimbangan dalam kekuasaan pemerintahan.

Orang-orang yang semula baik, umumnya akan menjadi buruk jika masuk di dalam lingkungan partai. Pencegahan hanya bisa dilakukan melalui perubahan paradigma partai ke arah Partai yang Bertanggung Jawab.

Seperti yang diyakini oleh Martin van Buren, partai harus dibangun berdasarkan penanaman nilai dan komitmen pengabdian yang teguh sehingga nantinya menjadi katalisator perubahan.

Baca juga: Telaah Kritis Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pilkada Langsung

Paradigma partai berbasis prinsip ini menjadi gagasan yang sangat populer di abad ke-20, dan menjadi dasar laporan yang dikeluarkan oleh Komite Asosiasi Ilmu Politik Amerika tentang Partai Politik pada tahun 1950:

“Sebuah sistem kepartai yang efektif memerlukan, pertama, partai dapat mengajukan program yang mereka memiliki komitmen terhadapnya; dan kedua, partai memiliki kohesi internal untuk melaksanakan program-program itu.”

Keunggulan paradigma ini, pertama, konstituen memiliki referensi yang jelas dan terukur dalam kampanye pemilihan; kedua, memberikan kepada partai pemenang mandat untuk memerintah; dan ketiga, hal itu memberi partai sebuah instrumen yang layak, yang dengannya pemilih dapat melakukan revolusi yang sah.

Paradigma partai berbasis prinsip ini hanya bisa berhasil jika ditopang oleh SDM dengan integritas yang kuat dan syarat akuntabilitas yang konkret dalam AD/ART bahkan SOP partai. Karena itu, di samping rekonstruksi proses pendirian partai harus dilakukan, di sisi lain proses rekruitmen juga harus dibenahi.

Sudah saatnya partai memiliki kepekaan atas persoalan-persoalan yang melilit bangsa yang umumnya menyangkut kesejahteraan sosial dan keadilan. Partai dapat berperan sebagai mitra atau pengendali pemerintahan dalam setiap kebijakan publik.

Koalisi atau oposisi peran apa dan manapun harus kembali pada cita awal yakni tujuan bernegara. Partai memiliki tanggungjawab besar mendorong demokratisasi pemerintahan dalam pencapaian tujuan kehidupan bernegara.

Regulasi Tata Kelola Partai dalam UU Parpol

Perubahan UU Partai Politik menjadi penting dilakukan untuk memutus mata rantai politik oligarkis, feodalis, dan pragmatis itu. Selama ini, UU Partai Politik memberikan porsi yang sangat besar bagi internal partai untuk mengatur tata kelola kepengurusan partai.

Praktisnya, UU Parpol hanya mempersyaratkan bahwa partai politik harus dikelola secara demokratis tanpa memberikan pedoman yang jelas mengenai demokratisasi partai politik. Akhirnya masing-masing elit partai pun memberikan makna yang berbeda terhadap apa yang dimaksud demokratis tersebut secara suka-suka.

Karena itu, bukan suatu yang mengherankan jika kemudian terjadinya distraksi demokrasi dalam internal partai menuju oligarki partai politik. Bahkan tidak jarang juga terjadi identifikasi bahwa partai A merupakan milik tokoh B, sehingga regenerasi kepemimpinan partai pun dilakukan berdasarkan keturunan dan kedekatan dengan pimpinan partai sebelumnya.

Baca juga: Sebuah Refleksi Demokrasi Indonesia

Padahal disaat yang bersamaan, manifestasi partai semakin memainkan peran penting dan berharga dalam proses demokrasi. Baik buruknya system tata Kelola partai politik akan berkorelasi secara positif terhadap jalannya demokrasi dalam suatu negara.

Karena itu, pembaharuan terhadap regulasi tata Kelola partai memiliki urgensi tersendiri. Khususnya dalam hal menjaga demokratisasi internal partai agar jangan sampai berevolusi sebagai sebuah dinasti oligarkis yang memonopoli pemerintahan negara.

Integrasi Pengaturan Keuangan Partai dan Pengawasan berbasis IT

Integrasi pengaturan keuangan partai dan pengawasan perlu dilakukan. Integrasi yang dimaksud menyangkut sumber perolehan dari mana, berapa dan Batasan-batasannya. Sumber pokok keuangan partai selama ini berasal dari tiga sumber yakni iuran anggota, ditambah donasi perseorangan di luar anggota dan korporasi, dan bantuan negara.

Secara de facto, pengetataan sumber perolehan keuangan partai melalui korporasi partai atau sumbangan anonim, pembatasan nominal sumbangan orang atau korporasi resmi (terbuka), atau bahkan larangan sumbangan korporasi swasta dan badan publik atau semi publik seperi di Jepang, Italia, Spanyol, dan Portugal, tidak secara otomatis dapat mencegah masuknya uang-uang illegal di tubuh partai.

Baca juga: Pengujian Materiil dan Formill AD/ART Partai Politik ke Mahkamah Agung

Larangan terhadap korporasi swasta dalam negeri, justru korporasi swasta luar negeri yang menyumbang ke partai. Larangan korporasi swasta baik dalam maupun luar, mereka menyumbang lewat perseorangan. Seperti pasir, dalam ayakan sehalus apapun, ia tetap menembus lubang.

Tak ada jalan lain, perlu terobosan melalui pembatasan pengeluaran partai, khususnya cost pemilu. Yang perlu dilakukan segera adalah sistem pemilu berbasis IT di antaranya media online dan pembatasan media itu sendiri.

Artinya, yang paling utama dari semua itu adalah bagaimana atau apa yang bisa membuat demokrasi ini bisa lebih murah, mudah, dan membahagiakan. Pengaturan masa kampanye yang dimoderat, media kampanye dibatasi, cara kampanye yang mudah, massal, dan online, sistem pencoblosan menggunakan IT secara online, waktu pemilu secara serentak (antara pileg, pilpres, dan atau pilkada), perlu dilakukan.

Cost di awal membangun sistem itu mungkin terbilang mahal, namun jika sistemnya sudah ‘landing,’ maka seremonial demokrasi yang rutin itu bisa berjalan dengan lebih murah, mudah, dan membahagiakan.

Pengawasan dengan sistem itupun lebih praktis. Karena sistem online yang terintegrasi ke dalam semua sistem keuangan dan lembaga pengawas dan keuangan (jadi di samping Bawaslu, Panwaslu, KPU, KPUD, harus juga masuk dalam otoritas BPK dan PPATK), membuat pengawasan itu berjalan mekanis.

Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Hazrat Sibghotullah Mujaddidi
Praktisi hukum dan Peneliti di Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi.

Recent Post

Related Stories

For Subcription